Raja Parikesit, Resi Shuka dan Srimad Baghavatam

Inilah “Kesadaran Tertinggi” yang dapat kita capai selama masih “berbadan”. Kita hanya memikirkan Dia. Kita hanya merasakan Dia…….. namun semua itu juga tidak menghentikan perjalanan kita. Kita tidak lari dari kenyataan hidup. Kita masih tetap mendaki terus Gunung Kehidupan. Kita masih tetap melanjutkan perjalanan hidup kita. Kita masih tetap makan, minum, tidur, dan berkarya seperti biasa – hanya saja setiap tindakan kita, ucapan serta pikiran kita terwarnai oleh Warna Ilahi! Keadaan ini disebut Fana Fi Allah, Fana dalam Kesadaran Ilahi, dalam Cinta, dalam Kasih. Inilah Nirvana, Moksha –  Kebebasan Mutlak. Badan memang tidak bebas, masih harus patuh pada Hukum Fisika, Hukum Dunia. Tapi, jiwa kita sudah bebas! Dan, Jiwa yang bebas boleh tetap berada dalam badan yang mau tak mau masih harus patuh pada hukum-hukum dunia. *1 Ishq Mohabbat

Kedamaian batin Raja Parikesit

Baru dua hari bertemu Resi Shuka, perasaan Raja Parikesit menjadi sangat damai. Rasa kasihnya terhadap Gusti memenuhi seluruh jiwanya. Kisah Ilahi yang disampaikan Resi Shuka meresap ke dalam diri. Ketenangan dan kesucian Sungai Gangga menyempurnakan kedamaian batin sang raja.

Pertemuan dengan para suci membawa hasil. Tidak bisa tidak. Masalahnya, kita harus “bertemu” dulu. Bila sekadar bertatap muka atau bersalaman, ya tak akan terjadi apa-apa. Bertemu dengan para suci berarti “bertemu” dalam pengalaman, bertemu jiwa, bertemu batin, bertemu hati, bertemu rasa. Tidak sekadar bertemu-pikiran dan raga. Bila kehadiran para suci di dalam hidup ini belum juga membawa hasil, kesalahannya ada pada diri kita. Mungkin saja kita masih menutup diri, sehingga diisi apa pun tidak bisa. Belum bisa. *2 Narada Bhakti Sutra Baca lebih lanjut

Kali Yuga Zaman Kegelapan

Orang yang terlalu cepat dan terlalu sering tergoda adalah orang yang berkeinginan banyak. Kadang ia tergoda oleh uang; kadang oleh janji ‘surga’ dan kenikmatan di sana; kadang ia menginginkan ketenaran di dunia; kadang ia mengharapkan kedudukan di alam sana. “Sedikit demi sedikit”, kata Shankara, “Sang Kala merampas nyawamu, tetapi keinginanmu tetap saja setinggi gunung.” Bahkan ketinggiannya bertambah bersama usia. Padahal usia yang bertambah, seharusnya membuat kita sadar akan ‘sisa waktu’ yang kita miliki. *1 Bhaja Govindam

Pergolakan batin Raja Parikesit

Hanya Resi Shuka, putra Bhagawan Abhiyasa yang dapat menenteramkan dirinya. Kisah yang disampaikan Resi Shuka membangkitkan kasih di dalam diri. Dan, Raja Parikesit sedang merenungi perjalanan hidupnya…….

Kakek Yudistira telah menobatkan dirinya sebagai maharaja pengganti kakeknya. Kakeknya berpesan bahwa sang kakek hanya akan hidup di dunia sepanjang Gusti yang mewujud sebagai manusia untuk menumpas kejahatan masih hidup. Sri Krishna yang Agung telah menyelesaikan tugasnya di dunia. Dan, Kakek Yudistira dan semua saudaranya telah melepaskan diri dari ikatan dunia. Tugas dirinya sebagai generasi penerus adalah melanjutkan memimpin dunia. Baca lebih lanjut

Parasurama Berada di Depan Mengubah Dunia

Dunia ini ibarat medan perang Kurusetra. Di medan ini kita akan menemukan Korawa yang berpihak pada adharma, dan Pandawa yang berpihak pada dharma. Di medan ini pula kita dapat berharap bertatap muka dengan sang Sais Agung, Sri Krishna. Bila ragu, bila bimbang, tanyalah kepada Krishna yang bersemayam dalam diri. Dialah Sang Mahaguru Sejati. Hidup adalah sebuah perjuangan. Berjuanglah terus-menerus demi penegakan dharma, demi hancurnya adharma. *1 be The Change

Evolusi Manusia dan evolusi Avatara

Renuka adalah seorang isteri yang bersemangat. Dia selalu menimba pelajaran dari Resi Jamadagni yang menjadi suaminya. Dari suaminya dia tahu bahwa manusia mengalami evolusi kearah kesempurnaan, sehingga para Avatara, Gusti yang mewujud pun menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.

Dalam suatu mahapralaya, bumi tenggelam dalam samudera, untuk itu datanglah Matsya Avatara berbentuk ikan untuk menyelamatkan segelintir manusia terbaik yang dikehendaki untuk meneruskan kehidupan. Setelah beberapa masa datanglah Kurma Avatara yang bisa hidup di darat dan di air. Dilanjutkan dengan Varaha Avatara yang berupa hewan berkaki empat untuk memusnahkan raksasa yang ganas. Selanjutnya Narasimha Avatara, manusia berkepala singa untuk menaklukkan Asura yang amat sakti. Selanjutnya Vamana Avatara, seorang Brahmin kecil yang bertindak tanpa kekerasan. Evolusi dari wujud Avatara nampak begitu jelas. Baca lebih lanjut

Rajasuya Konsolidasi Dalam Menegakkan Dharma

Kita bekerja untuk siapa? Untuk pancaindra dan demi kenikmatannya? Atau untuk Sang Aku Sejati, untuk Dia yang bersemayam dalam diri setiap makhluk? Untuk mencapai kesempurnaan dalam persembahan kita, tingkatkan obyek penyembahan dan persembahan kita. Jika kita berkarya demi bangsa dan negara, apalagi demi dunia, demi kelestarian alam, kita telah berbuat apa yang semestinya dibuat oleh setiap makhluk hidup, oleh setiap orang. Kita telah menyatakan identitas kita. Kita telah memproklamasikan diri kita sebagai bagian yang tak terpisahkan dari Semesta! Maka, sejak saat itu, Semesta akan melindungi kita. Kita menjadi tanggung jawabnya. *1 Gita Management

Membicarakan Rajasuya dengan Sri Krishna

Dalam perjalanan menuju Girivraja, Arjuna mengheningkan cipta dan larut dalam samadhi. Setelah membuka mata, Arjuna melihat Bhima, saudaranya dan Sri Krishna, sepupu sekaligus penasehat spiritual Pandawa juga melakukan hal yang sama. Dalam keheningan , dirinya teringat kejadian sebelumnya…..

Dirinya merasa Yudistira, kakak sulungnya sangat berat untuk menyampaikan keinginannya untuk melakukan Rajasuya kepada Sri Krishna.  Rajasuya adalah suatu Pengorbanan Agung yang dilakukan oleh seorang maharaja, pada saat penobatannya sebagai tanda dari kedaulatannya tidak dipersoalkan lagi. Arjuna dan saudara-saudaranya mengingatkan adanya dua macam cara menjadi maharaja. Pertama upacara Aswameda, seorang maharaja melepaskan seekor kuda diikuti pasukan, dan apabila raja yang wilayahnya dilalui mendiamkan, maka raja tersebut mengakui kedaulatan sang maharaja, dan bila tidak mau dilewati, maka akan terjadi perang antar pasukan sampai ada yang menang. Kedua upacara Rajasuya, tidak perlu memakai kuda, langsung para prajurit mendatangai raja-raja setempat, mau tunduk atau berperang, kalau tunduk maka mereka akan datang pada acara puncak Rajasuya. Baca lebih lanjut

Asura Hiranyaksa dan Varaha Avatara

“Saya bukan seorang ateis, dan tidak terpikir saya dapat menyebut diri saya sebagai seorang panteis. Posisi kita seperti seorang anak kecil yang memasuki perpustakaan raksasa yang dipenuhi buku-buku aneka bahasa. Anak itu mengetahui seseorang pasti telah menulis buku-buku tersebut. Ia tidak tahu harus bagaimana. Ia tidak tahu bahasa-bahasa yang digunakan untuk menulis semua itu. Anak itu menduga ada sebuah keteraturan misterius dalam penyusunan buku-buku itu, namun tidak mengetahui apakah itu. Seperti demikian itu menurut saya, adalah sikap setiap manusia dengan keluhuran intelegensi terhadap Tuhan. Kita melihat jagat raya yang tertata secara mengagumkan dan tunduk pada suatu hukum, tetapi hanya sedikit yang memahami hukum ini.” Albert Einstein.

Perenungan Diti

Diti yang hamil tua menghela napas setelah mengalami pergulatan batin panjang. Matanya masih merah, dan napasnya masih tersengal-sengal. Diiringi isak-tangis kecil tertahan-tahan, benak Diti menerawang ke masa lalu……

Suaminya Resi Kasyapa diminta menikahi tiga belas putri Daksa, ayahandanya. Dirinya adalah salah satu istri Resi Kasyapa. Suaminya memang lembut lahir dan batin serta sangat tampan. Dirinya teringat kejadian masa lalu dan dirinya menjadi malu sendiri.

Pada saat itu, dirinya begitu bergelora ingin bercinta dengan suaminya, padahal suaminya sedang melakukan puja di kala matahari mulai terbenam. Perasaan cinta yang menggelora menyebabkan dirinya menderita yang tak tertahankan. Dirinya ingat, pada waktu itu suaminya berkata, “Tentu isteriku, seorang isteri mendapat tempat terhormat dalam jantung suaminya. Bahagia sekali aku dapat menemanimu. Akan tetapi ini adalah waktu suci, waktu siang dan malam bertemu, waktu yang belum tepat untuk memeluk istri. Sabar sebentar sayang…” Baca lebih lanjut

Vamana Avatara dan Bertobatnya Asura Bali

Perhatikan pikiran Anda; perhatikan pola kerja mind Anda. Mind yang selama ini terasa begitu liar, sesungguhnya memiliki pola kerja yang sangat sederhana. Ibarat perseneling mobil. Mind hanya memiliki tiga gigi. Tidak lebih dari itu. Suka, tidak suka dan cuwek, itulah gigi-gigi mind. Tidak ada gigi keempat, kelima dan seterusnya. Hanya tiga gigi. Selama ini yang dilakukan oleh mind hanyalah tiga pekerjaan itu; Yang ia sukai, ia kejar, yang tidak disukai, ia tinggalkan, dan antara mengejar dan meninggalkan, kadang-kadang ia juga bisa bersikap cuwek terhadap sesuatu. *1 Atisha

Adaptasi Budaya

Para Leluhur Nusantara, sangat piawai mengadaptasi cerita ‘dari luar’ menjadi cerita khas Nusantara. Para Leluhur paham betul mengenai budaya masyarakat di Nusantara, dan juga hal-hal yang dapat menjadi pemicu peningkatan kesadaran masyarakat Nusantara. Dalam budaya Nusantara ada istilah ‘pakem’, pokok, hakikat yang tidak diubah, dan ada istilah ‘kembangan’, imaginasi, penyesuaian dengan kondisi masyarakat setempat. Imaginasi dapat berkembang sesuai perkembangan zaman.

Akan selalu terjadi pertentangan antara pengikut ajaran murni dan pengikut ajaran adaptasi. Mereka yang berkutat dalam tataran syariat akan menuduh, bahwa ‘kembangan’ itu mengada-ada, bid’ah. Sedangkan mereka yang memahami hakikat, paham setiap individu mempunyai pandangan yang berbeda, karena sifat bawaan genetik dan lingkungan yang mempengaruhinya berbeda. Akan tetapi pada hakikatnya semua individu dapat meningkatkan kesadarannya melalui pemahamannya. Biarlah yang berselera terhadap yang dianggapnya  murni menjalankannya, dan biarlah yang cocok dengan ‘kembangan’ yang dapat lebih meresap kedalam dirinya melakukannya. Baginya pemahamannya, bagiku pemahamanku. Baca lebih lanjut

Kurma Avatara Kisah Spiritual dari Patung Kura-Kura di Candi Sukuh

Bila kita masih ingin hidup “utuh” sebagai Orang Indonesia, kita harus menerima “keutuhan” bangsa serta budaya kita. Kita harus kembali pada  mitos-mitos yang telah menjadi “akar budaya” kita,  budaya Nusantara yang “mengutuhkan”! Budaya Nusantara yang masih mampu mempersatukan kita dan menyuntiki kita dengan semangat baru untuk menghadapi dan memecahkan setiap persoalan bangsa. *1 Indonesia Jaya

Menggali budaya Nusantara yang telah lama tertutup ketidak-tahuan tentang jati diri

Revolusi berarti Re-Evolusi. Menggelindingkan kembali Roda Evolusi yang seakan berhenti sekian lama. Dan, Evolusi berarti Perkembangan, Pertumbuhan, Kemajuan… Revolusi Spiritual adalah Perkembangan Nilai-Nilai Spiritual, Nilai-Nilai Batiniah dalam diri kita sendiri. Kita harus mati dan bangkit kembali. Mati sebagai individu yang tidak mengenal sejarah, tidak menghargai leluhur, tidak apresiatif terhadap budaya asal dan tergantung pada segala yang berasal dari luar. Dan, bangkit kembali sebagai Manusia Indonesia yang Utuh… Manusia Modern yang berakar pada Budaya Asal dan Sejarah Masa Lalu yang Gemilang, namun tidak hidup dalam masa lalu… la hidup dalam masa kini, dan bekerja untuk Masa Depan yang lebih Cemerlang! *1 Indonesia Jaya

Pertarungan antara kelompok Kebenaran dan Ketidakbenaran, selalu terjadi di alam ini dan juga selalu terjadi di dalam diri. Tidak ada hal baru di alam ini, hampir semuanya merupakan pengulangan. Tentu saja dengan setting yang berbeda, karena alam ini selain berputar kembali, berdaur ulang,  juga berevolusi kearah penyempurnaan. Penyempurnaan juga berarti penyempurnaan kualitas pertarungan dan bahkan lebih rumitnya latar belakang. Pertarungan dengan para teroris pun menjadi tema dunia saat ini. Baca lebih lanjut