Beberapa kesalahan Pandita Drona
Guru adalah seorang Brahmana. Seorang Guru sejatinya adalah seorang Duta Ilahi, Utusan Ilahi. Dia datang ke dunia karena melihat benih-benih kesadaran dalam diri murid-muridnya. Dia menjadi Guru karena petunjuk Ilahi, dia mendapatkan muridnya atas petunjuk Ilahi. Dia hadir untuk mengembangkan kesadaran muridnya. Dan, Pandita Drona adalah Guru Besar bagi Kerajaan Hastina. Akan tetapi sebelum menjadi Guru, Pandita Drona telah mengalami hal-hal yang menyakitkan di masa lalu.
Apa yang disebut “masa lalu” tidak terputuskan dari “masa kini”. Apa yang disebut “masa depan” juga terkait dengan “masa kini”, walau tidak atau belum nampak; bukan karena ia belum ada, tetapi karena kita belum bisa melihat sejauh itu. Coba perhatikan. Dapatkah kita memisahkan masa lalu dari masa kini? Apakah kita badan masa depan tanpa masa kini? Apakah kita dapat menciptakan garis pemisah yang jelas dan tegas antara masa kecil dan masa remaja; antara masa remaja dan masa di mana kita menjadi lebih dewasa, lebih matang, kemudian menua? Dengan berlalunya masa kecil, apakah kekanakan di dalam diri kita ikut berlalu juga? Tidak. Kekanakan itu masih ada di dalam diri kita. Keinginan untuk bermain masih ada. Permainannya sudah beda; alat mainnya lain, tetapi keinginannya sama. Baca lebih lanjut
Filed under: catatan pribadi, kearifan lokal, wayang | Tagged: brahmana, Drona, guru, katarsis, Kresna, sudra, wayang | 4 Comments »