Ego Pribadi, Ego Sektoral, Ego Negara Adikuasa dan Dampak Terhadap Alam

Lagu tentang hujan yang indah di tahun limapuluhan

….. Tik-tik-tik bunyi hujan di atas genting

Hujannya turun tidak terkira

Cobalah tengok daun dan ranting

Pohon dan kebun basah semua……

Pada tahun limapuluhan, bagi murid taman kanak-kanak dan anak kelas satu sekolah dasar lagu itu begitu indah dan sering dinyanyikan ketika hujan mulai turun.

Lima puluh tahun telah berlalu, hujan tidak lagi suatu yang indah, hujan lebat satu jam membuat pengendara sepeda motor terseok-seok menyeberangi jalan setinggi lutut anak remaja. Hujan sudah bukan sesuatu yang indah lagi. Baca lebih lanjut

Bepergian di belantara ibukota

Bermacam pilihan tansportasi di Jakarta

Kadang saya bepergian ke ibukota untuk keperluan kantor sambil menengok anak yang kos di daerah Setiabudi. Setelah tujuan utama selesai, apabila waktu longgar ada beberapa pilihan, ke toko buku, ke tempat internet, atau urusan lain. Buku-buku bacaan selalu terbawa dalam tas saya untuk melewatkan waktu dalam menunggu. Untuk pergi ke suatu tempat di Jakarta, sulit tanpa menggunakan kendaraan. Tergantung selera dan pertimbangan ekonomis. Pada waktu macet enak naik ojek. Untuk tempat yang nanggung kadang menggunakan bajai, walau kuping agak perlu menahan diri mendengar suara yang bising, tetapi memang hanya sebentar karena jarak dekat. Untuk jarak yang jauh lebih pilih naik busway dan bila menuju Airport bisa memakai bis Damri jurusan Sukarno Hatta. Pertimbangan waktu dan lainnya sering membuat keputusan untuk pergi memakai taksi.

Bagaimana pun saya berasal dari Semarang dan harus kembali ke Semarang. Bisa naik kereta api dengan berbagai pilihan jam kereta api atau naik pesawat dengan berbagai maskapai penerbangan. Yang jelas tidak mungkin saya berjalan sendiri. Baca lebih lanjut

Pengambilan Keputusan Bangsa Melalui “Rasa”

Perasaan setara membuahkan voting

Voting sudah menjadi aturan baku dari satu paham demokrasi. Suara terbanyak adalah pemenang. Prinsipnya sama dengan lembaga perseroaan para pedagang. Pemegang saham mayoritas yang berhak mengatur. Antara dunia politik dan dunia dagang memang tidak jauh beda, dasarnya adalah  soal kepentingan. Bagaimana pun perusahaan harus mencapai keuntungan. Bahkan hampir semua lembaga multilateral maupun PBB menggunakan aturan voting untuk melegitimasi keputusan.

Partai politik  mengadakan koalisi untuk mendapatkan suara mayoritas. Ada deal-deal tertentu yang tidak lepas dari kepentingan:  kepentingan pribadi, kepentingan partai, kepentingan kelompok dan kepentingan lainnya. Kepentingan negara patut dipertanyakan.

Hal ini bukan dimaksudkan untuk mengkritik sistem pemilihan, karena keputusan telah diambil dan telah dijadikan landasan bernegara, dan itu tidak lepas dari pengalaman masa lalu, akan tetapi walau bagaimana pun kebenaran harus disampaikan. Mungkin bagi masyarakat yang sudah mencapai “civil society”, masyarakat yang semuanya paham akan hak dan kewajiban bermasyarakat, keputusan lewat voting lebih sesuai. Walalu bagaimana pun kita harus belajar dari sejarah masyarakat Jerman yang pernah memberikan keleluasaan kekuasaan kepada Adolf Hitler. Baca lebih lanjut

Menerawang Sejarah Kota Balikpapan dan Mempelajari Sejarah Bangsa Indonesia

Balikpapan pada bulan April 2009

Kesan pertama ketika melihat Balikpapan pertama kali adalah kota yang hidup. Sepanjang jalan terasa mulus dan tertata. Jalan dari Bandara ke kota yang dapat dicapai kendaraan dalam waktu sekitar 20 menit, berada sejajar pantai dan dipisahkan pemukiman,perkantoran dan pertokoan yang tipis. Sekali-sekali terlihat pantai dan kapal berlayar.

Hotel berbintang bertebaran, angkutan kota banyak sehingga ada satu atau dua penumpang masuk sudah langsung berjalan. Pengemudinya kalem, tak ada rasa tergesa-gesa mencari setoran. Sopir taksi ke dan dari hotel nampak ekonomi keluarganya cukup. Harga makanan termasuk tinggi dibanding di wilayah Solo. Bandaranya sibuk, konon nomor tiga tersibuk setelah Jakarta dan surabaya, nampaknya banyak orang hidup dari minyak.

Kota Balikpapan adalah salah satu kota di provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Kota ini memiliki luas wilayah 946 km² dan berpenduduk sebanyak 535.829 jiwa (20 April 2005). Motto kota Balikpapan yaitu “Gawi Manuntung Waja Sampai Kaputing” (bahasa Banjar) yang artinya adalah ‘apabila memulai suatu pekerjaan harus sampai selesai pelaksanaannya’. Baca lebih lanjut

Antara Zaman ‘On-Line’ & Zaman ‘In-Line’

Materi Teknologi Informasi di Balikpapan oleh Dosen Unsud Purwokerto

….It is not the biggest or the strongest who survive, but the one is responsive to change…… demikian akhir penjelasan Materi Dr. Ali Rokhman pada tanggal 23 April 2009 di Hotel Bahtera Balikpapan, yang ketika kuliah di Jepang dipanggil Ari Rokumon-san (bahasa Jepang tidak punya huruf ‘l’ dan tidak ada huruf mati kecuali ‘n’)dan beliau mengatakan telah meng ‘quote’ dari Yuki Uchida. Mungkin Pak Dosen Unsud ini penggemar aktris, model, penyanyi dan idola masyarakat Jepang, Yuki Uchida yang cantik.

Yang Jelas Opa Charles Darwin mengatakan:  “It is not the strongest of the species that survive, nor the most intelligent, but the one most responsive to change”. Bukan yang terkuat atau yang paling cerdas yang dapat ‘survive’, tetapi dia yang tanggap terhadap perubahan.

Artikel ini berdasarkan materi TI dari ‘Dr. Ari Rokumon-san’…………….

Pesan Bill Gates tentang TI

Bill Gates pada tahun 2007 berpesan: “Kita sedang melintasi suatu batas teknologi yang akan senantiasa merubah cara kita baik tentang: belajar; bekerja; bergaul; berbelanja. Teknologi tersebut akan mempengaruhi dan lebih merasuk pada cara hidup kita yang belum kita kenal  sebelumnya”. Baca lebih lanjut

Emansipasi dan Kaum Perempuan

Oleh : Anand Krishna

 

http://www.aumkar.org/ind/

 

 

 

Karena, dalam banyak hal perempuan lebih hebat daripada laki-laki. Emansipasi, justru, merendahkan martabat dan membuatnya setara dengan laki-laki. Emansipasi menjadikan “Laki-laki” sebagai tolok ukur. Ini satu kata yang kotor, karena ini tidak memperhitungkan potensi seorang perempuan. Standar dan martabat perempuan, keduanya tak pernah disadari. Kaum perempuan dibuat, dan lebih dipaksa untuk memenuhi tolok ukur kaum lelaki. Pertanyaannya adalah : Untuk apa? Kenapa seorang perempuan

harus berjuang untuk memenuhi tolok ukur itu? Bukankah ia memiliki tolok ukurnya sendiri.

 

Dari sudut pandang spiritual “Perempuan dan Lelaki adalah sama”. Di sana pertanyaan emansipasi tak pernah muncul. Pada titik itu, masalah tolok ukur, status juga tak relevan. Dan tak berguna untuk dibahas.

 

Jiwa melampaui semua pembahasan dan penjelasan. Ini tak butuh persetujuan ataupun penyangkalan. Ini adalah ini. Dan Ini Utuh dalam Dirinya sendiri. Tak ada perdebatan di sana, tak ada apa-apa.

 

Di sini, kita perlu mendiskusikan sesuatu, tapi bukan yang tak ada apa-apa melainkan jiwa dalam bentuknya yang paling kasat. Ya…kekasatannya yang kita bisa diskusikan di sini. Dalam bentuknya yang halus, jiwa-jiwa mereka, lelaki dan perempuan tetaplah sama. Mereka tak beda. Tapi dalam bentuknya yang kasat, mereka sama sekali berbeda. Kekasatanlah yang membuat perbedaan. Dan, kita harus menatap tajam guna menembus kekasatan ini.

 

Aku mengatakan bahwa perempuan lebih hebat dari lelaki di beberapa bidang.

 

Dengan kata lain, aku coba juga mengatakan bahwa di beberapa bidang tlain lelaki juga lebih hebat dari perempuan. Ada wilayah di mana perempuan lebih hebat, dan ada wilayah di mana lelaki lebih hebat. Masing-masing unik. Masing-masing memiliki kualitas tertentu. Yang membuat mereka saling mengisi satu sama lain. Itu pula yang membuat perempuan dan lelaki saling melengkapi satu sama lain.

 

Maka, pertama kali mari kita tinggalkan debat tentang superioritas dan inferioritas. Perempuan tak lebih rendah ketimbang lelaki, dan sebaliknya lelaki tak lebih rendah dari perempuan. Masing masing superior – dalam pembawaannya masing-masing, di wilayah mereka masing-masingi.

 

Tapi, karena aku menulis tentang perempuan, maka dalam artikel ini aku akan menegaskan pada diriku sendiri bahwa perempuan memang lebih hebat dan aku akan mendiskusikan tentang lelaki hanya jika memang dibutuhkan….

 

Oleh karena itu, kita kembali ke pokok bahasan “kekasatan” tadi yang menjelaskan kenapa perempuan lebih hebat dalam banyak hal…pertama, mari kita periksa otaknya:

 

Ini ilmiah, lebih spesifiknya, secara bilogis, terbukti kini bahwa otak bagian depan perempuan lebih besar ketimbang yang dimiliki lelaki. pada kaum perempuan, bagian ini lebih cepat dewasa ketimbang lelaki. Menariknya lagi, bagian ini berkaitan dengan kemampuan untuk melatih Pengendalian-Diri.

Anda bisa mengacu pada kitab-kitab suci, Veda, Tao, Buddhis, Jain, Kristiani, dan Islam, apapun – mereka semua sepakat bahwa “Pengendalian Diri” adalah “Kebajikan Tertinggi“. Sayang sekali terjadi pula kesalahpahaman dan juga mispersepsi tatkala seseorang mengutip kitab-kitab suci yang sama untuk membuktikan inferioritas perempuan dan meletakkannya di bawah telapak kaki lelaki. Asumsi semacam itu adalah pernyataan yang paling awal, umum dan universal ditemukan di semua kitab-kitab suci.

 

Sebenarnya dengan menggunakan keunggulan yang satu ini, perempuan bisa menjadi pemimpin yang lebih baik, mereka bisa mencapai ketinggian yang tak berbatas. Dan, kabar baiknya adalah, mereka bisa mewujudkannya lebih awal dan cepat ketimbang lelaki.

 

Amydala dalam otak perempuan membuatnya lebih kalem dan tak gampang marah, dan yang terakhir yang perlu diingat,

Bagian Insula di otak, yang memang lebih besar dan aktif, membuat mereka lebih intuitif. Tak seperti lelaki, perempuan dapat menyingkap tabir Kebenaran secara utuh, sehingga tak perlu repot bekerja dengan aneka fakta dan data yang terpisah-pisah.

Mereka dapat menjadi hakim yang lebih baik, advokat dan pengacara handal, mereka lebih baik dalam pekerjaan di mana kemampuan pengambilan keputusan amatlah penting.

 

Perempuan kurang berotot, makanya tentu saja tak cocok menjadi kuli ataupun tukang angkut barang. Pekerjaan semacam itu biarlah untuk lelaki. Tak masalah.

 

Perempuan kurang menggunakan rasio, ia bukan seorang filsuf, makanya seorang pria menjadi Plato dan Socrates. Tak masalah juga. Perempuan lebih perasa, perasaanya lebih peka, mereka bisa mencintai dengan lebih baik – dan itulah yang dunia kita saat ini butuhkan. Itulah yang dibutuhkan tiap saat. Perempuan mampu memenuhi kebutuhan itu.

 

Kromosom perempuan X-X, 23-23 – ia lengkap, utuh.

Lelaki X-Y, 23-22 – ia kurang satu kode. Kita ketahui bersama bahwa kromosom “X” dalam diri pria diwarisinya dari Ibu. X adalah energi feminin, yang membuat kita berkembang. Seorang lelaki tak bisa exist tanpa X, ia tak bisa exist hanya dengan Y-Y. Sedangkan perempuan bisa tetap exist tanpa kehadiran Y, ia dapat exist hanya dengan X-X.

 

Acapkali ada seorang perempuan di belakang seorang pria yang sukses.

Dan, ini alamiah sekali – karena perempuan adalah personifikasi dari Kekuatan. Dalam tradisi Vedanta, ia di sebut Shakti. Dan, Shakti berarti Energi, Daya, Kekuatan.

 

Kekuatan mereka terletak pada kelembutan dan kehalusannya, yang membuatnya penuh rasa kasih dan empati. Perempuan merupakan perawat yang telaten. Mereka bisa merawat dengan lebih baik.

 

Sebagai seorang Ibu ia menjaga dengan penuh kasih sayang.

Sebagai seorang adik atau kakak perempuan, ia memberi dukungan.

Sebagai seorang istri atau kekasih, ia menguatkan.

 

Aku bertanya-tanya apakah mereka yang ingin meletakkan perempuan di telapak kaki laki-laki cukup sadar dan paham akan fakta-fakta semacam ini. Dan bisa jadi inilah sebab utama kenapa mereka berupaya menindas perempuan, menjadikannya berada di bawah subordinasi lelaki. Karena mereka tahu bahwa mereka tak bisa bertahan dalam persaingan.

 

Di beberapa negara perempuan dibelenggu karena alasan semacam itu. Mereka tak diijinkan bergerak bebas dan berkembang. Mereka ditempatkan di balik pintu yang terkunci rapat, di bawah kerudung tertutup. Mereka dibentengi dengan 4 tembok tebal. Betapa menyesakkan! Sayangnya, beberapa perempuan mulai percaya bahwa memang itulah takdirnya. Ini amat memalukan. Memalukan bagi yang percaya dan bagi kita yang membuat mereka mempercayai hal tersebut. Tak ada kejahatan yang lebih besar dari tindakan semacam ini.

 

Perempuan harus tahu kekuatan mereka. Mereka harus memahami peran mereka dalam menentukan takdir dunia, masa depan dunia. Mereka bukanlah makhluk yang tak berdaya yang hanya bisa hidup dari belas kasihan lelaki. Mereka berada di dunia ini untuk sama-sama berbagi dan menghadapi segala tantangan hidup serta berpartisipasi dalam evolusi kemanusiaan kita.

 

Dunia ini bukan hanya milik lelaki.

Ini milik semua lelaki dan perempuan. Dunia ini milik semua binatang melata di darat dan burung-burung di udara. Seorang perempuan, yang tak menyadari hal ini, tak menghargai Tugas dan Peran yang dianugerahkan oleh Sang Keberadaan sendiri – Ini menghina derajat kaum perempuan. Dan, perempuan semacam ini tak bisa ditolong. Tapi, seorang perempuan sejatinya memang tak membutuhkan pertolongan sama sekali. Ia mampu mengangkat dirinya sendiri.

 

Maka, berhentilah berjuang untuk emansipasi.

 

Ketahuilah bahwa itu tak berarti dan tiada berguna. Keperempuanmu sudah menjadi milikmu/takdirmu. Tak ada yang perlu diperjuangkan/direbut. Dan, keperempuanan adalah kekuatanmu. Kamu sudah kuat. Yang diperlukan hanyalah kesadaran, jadilah sadar akan kekuatanmu. Itu saja.

 

(Terjemahan oleh Nunung)

Renungan Sepasang Staf dari Sebuah Kantor Cabang

Pakdhe Jarkoni merenung lama di  beranda rumahnya yang terletak di jalan Anjasmoro, nama sebuah Gunung yang tetap megah sejak zaman Majapahit bahkan dari masa sebelumnya sampai dengan masa pemerintahan Republik Indonesia saat ini. Sebuah Refleksi muncul dari benak Pakdhe Jarkoni tentang sepenggal cerita Kantor Cabang Perusahaan Ismaya & Co Ltd, dimana Pakdhe dan Budhe Jarkoni mengabdi. Berlainan dengan semua kantor konvensional, di perusahaan tersebut suami istri diperbolehkan mengabdi dalam satu kantor. Jarkoni sendiri adalah singkatan dari ‘fasih berujar tidak bisa melakoni’. ‘Nickname’ tersebut cocok bagi pribadi Pakdhe Jarkoni. Sejak Guru Sekolah Dasar sampai Direktur Utama dan Komisaris Perusahaan ‘judheg’, kerepotan ngajari ‘laku’, ‘action’, tindakan pada Pakdhe Jarkoni yang suka merenung. Sudah ‘telmi’, telat mikir, ditambah ‘kuper’, kurang pergaulan lagi. Beruntung Gusti itu Maha Sabar, Maha Pemaaf, dan Maha Pengasih………………. Kantor Cabang Perusahaan Ismaya & Co Ltd sudah tidak dibekukan lagi, akan tetapi kedepan masih banyak peristiwa yang akan dialami Kantor Cabang tersebut. ‘Who Knows?’…………. Tiba-tiba Budhe Jarkoni datang, duduk dan memecah keheningan. Baca lebih lanjut

Mendatangkan Dewi Sri di Pulau Lombok (Artikel Ketiga, Filosofi Rumah Sasak)

Arsitektur dan Tata Ruang Rumah Tradisional Sasak Lombok

Pertama kali melihat rumah Sasak di Sade, Pulau Lombok, ingatan langsung menerawang ke masa silam. Inilah rumah asli para leluhurku. Pada zaman dahulu Nusataran terkenal dengan sebutan Kepulauan Sunda. Kepulauan Sunda Besar terdiri dari pulau-pulau Kalimantan atau Borneo,  Jawa,  Sulawesi  dan Sumatra . Sedangkan Kepulauan Sunda Kecil  atau Kepulauan Nusa Tenggara adalah gugusan pulau-pulau di sebelah timur Pulau Jawa, dari Pulau Bali di sebelah barat, pulau Lombok hingga Pulau Timor di sebelah timur. Ada kaitan erat antara suku-suku yang berada di Nusantara. Entah itu berupa penjajahan atau persahabatan hal itu sudah terjadi, dan genetik para leluhur sudah terwariskan kepada kita. Adalah tugas kita memperbaiki karakter nenek moyang. Karakter yang jelek dibuang dan karakter yang baik ditumbuh-kembangkan.

Cuplikan dibawah diambil dari artikel di Harian Kompas  3 Juni 2005, ‘Arsitektur dan Tata Ruang Rumah Tradisional Sasak Lombok’ : Baca lebih lanjut

Mendatangkan Dewi Sri di Pulau Lombok (Artikel Kedua, Budidaya Padi Pola SRI)

Berjuang dari Bumi Gora menjadi Bumi Sri

Provinsi NTB sebagai Bumi Gora (Gogo Rancah, pertanian tadah hujan yang dikembangkan di zaman pak Harto), berjasa dalam mendukung swasembada pangan sejak tahun 1984. Bagaimana pun sistem tadah hujan tergantung pada banyaknya curah hujan, dan ada kecenderungan perubahan iklim secara global. Pemerintah berpikir keras bagaimana memanfaatkan Jaringan Irigasi Interkoneksi untuk menghasilkan produksi pertanian secara berkelanjutan. Untuk mempertahankan swasembada dan meningkatkan produksi diperlukan tanaman padi yang bisa menghemat air, sehingga air yang dapat dihemat dapat dipakai untuk memperluas sawah beririgasi.

Padi SRI (System of Rice Intensification) adalah budidaya tanaman padi yang hemat air, produksi yang tinggi dan biaya tanam yang rendah. Pengujian selama 8 musim tanam di NTB memberikan tambahan hasil panen 3.4 ton per ha, penghematan air sekitar 35% serta penghematan biaya sekitar 20%. Akan tetapi pelaksanaan SRI masih terbatas pada areal Demplot, mungkin baru sekitar 3-4 % dari total areal persawahan di Pulau Lombok. Adalah merupakan perjuangan Provinsi NTB untuk membumikan padi SRI, karena penerapan hal yang baru di tengah masyarakat yang sudah nyaman dengan pola lama merupakan perjuangan yang sangat berat walau perjuangan yang sangat mulia. Baca lebih lanjut

Mendatangkan Dewi Sri di Pulau Lombok (Artikel Pertama Saluran Interkoneksi)

Membawa air dari daerah surplus air di Lombok Barat ke daerah minus air di Lombok Tengah dan lombok Timur Bagian Selatan

Melihat hal yang sama dengan pemahaman berbeda, itulah uniknya manusia. Pola pikiran manusia dipengaruhi sifat genetik warisan orang tuanya, pendidikan sekolah, lingkungan dan pengalamannya. Dewi Sri bagi kami adalah Kekuatan Ilahi Pemberi Rizki, untuk memudahkan imaginasi, maka wujud Ilahi yang tak dapat diserupakan, digambarkan sebagai Dewi cantik pemberi rizki.

Adik Pulau Bali yang masih kecil ini menyimpan potensi kemakmuran yang luar biasa. Hanya potensi tersebut perlu diwujudkan dengan perjuangan yang tanpa henti. Pertama kali perlu dilihat banyaknya curah hujan di pulau Lombok, karena tanahnya mempunyai kesuburan yang cukup baikbaik.  Sebagai perbandingan curah hujan di wilayah Jawa Tengah adalah sekitar 3.000 mm per tahun. Di daerah Lombok Barat mempunyai curah hujan sekitar 1.500 mm per tahun kemudian ke arah timur semakin berkurang sehingga  di Lombok Tengah sekitar 900 mm per tahun, dan Lombok Timur sekitar 830 mm per tahun. Pada hal ada lahan pertanian sekitar 50.000 ha di Lombok Tengah dan Lombok Timur bagian Selatan yang karena curah hujan yang kecil maka sering mengalami masa kekeringan yang berkepanjangan. Baca lebih lanjut