Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula

BELAJAR DARI SEJARAH DINAMIKA KERAJAAN KLASIK NUSANTARA

DATA BUKU

Judul : Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula

Penulis : Paul Michel Munoz

Bahasa : Inggris

Penerbit : Editions Didier Millet Pte Ltd, Singapore

Cetakan : First published in 2006

Tebal : 392 halaman

ISBN : 981-4155-67-5 Baca lebih lanjut

Mutiara Quotation MEDITASI Untuk Peningkatan Kesadaran

Judul              : Semedi 2 MEDITASI Untuk Peningkatan Kesadaran

Pengarang      : Anand Krishna

Penerbit          : PT Gramedia Pustaka Utama

Cetakan          : 2002

Tebal              : 242 halaman

 

Mutiara Quotation MEDITASI Untuk Peningkatan Kesadaran

 

Osho:

Ia yang hidup dalam masa depan sesungguhnya hanya menganggap dirinya hidup. Ia berpura-pura. Ia hanya mengharapkan kehidupan, ia ingin hidup tetapi sebenarnya tidak pernah hidup. Hari esok tidak pernah ada, yang ada hanya hari ini. Yang ada hanyalah saat ini dan tempat ini. Ia tidak bisa hidup dalam kekinian, itu sebabnya ia melarikan diri dari kekinian. “Keinginan” – atau jika menggunakan bahasa Buddha: tanha – membuat kita melarikan diri dari kekinian, dari yang nyata ke yang tidak nyata.

Manusia yang berkeinginan sebenarnya sedang melarikan diri. Aneh, saat ini justru para meditator yang dianggap melarikan diri. Meditasi berarti melampaui keinginan. Melampaui thoughts dan mind. Meditasi berarti menikmati kekinian, hidup dalam kekinian.

  Baca lebih lanjut

Quotation Pearls: CHRIST of KASMIRIS

Title                : CHRIST of KASMIRIS The Incredible Saga of Sage Yuzu Asaph

Author            : Anand Krishna

Publisher        : Anand Krishna Global Co-Operation

Edition            : Indonesia, 2008

Thickness       : 143 pages

 

Quotation Pearls: CHRIST of KASMIRIS The Incredible Saga of Sage Yuzu Asaph

 

Prof. Haji Fida Mohammad Khan Hassnain Sufi Mystic: Sufi Guru Anand of Indonesia is a man of God destined to play an important role in building a world, which is free from malice, hatred and turmoil. He is a Bodhisattva (awakened being), who carries further  the noble eight-fold Path of the great Buddha, as a message for salvation of human misery and pain.

 

How could I let Him (Jesus) suffer on my account? How could I let Him carry the cross for my sins? I love you, Lord….. I want to see You smile, I want to see You laugh….. I want to celebrate life with You, singing and dancing joyfully……

 

Then, something happened ….. Something very strage…. And, I realized that He was not actually accompanying me. He was never with me. Indeed, it was Him working through me, eating and drinking through me – as He has been doing through you, through each one of us, through all of us.

  Baca lebih lanjut

Mutiara Quotation FENGSHUI AWARENESS Rahasia Ilmu Kuno bagi Manusia Modern

Judul              : FENGSHUI AWARENESS Rahasia Ilmu Kuno bagi  Manusia

              Modern

Pengarang      : Anand Krishna

Penerbit          : PT One Earth Media

Cetakan          : 2005

Tebal              : 143 halaman

 

Mutiara Quotation FENGSHUI AWARENESS Rahasia Ilmu Kuno bagi  Manusia Modern

 

Banyak orang yang menyalahpahami Feng Shui. Sebagian menganggapny takhayul belaka, tanpa tahu maknanya.

Feng Shui, sesungguhnya merupakan ilmu kuno untuk hidup selaras dengan alam. Ia memanfaatkan energi sekitar kita agar terjadi peningkatan kualitas hidup.

Berangkat dari tradisi yang terbuka pada evolusi, lahirlah Neo Vastu Feng Shui…

Menempatkan kesadaran manusia, sebagai “titik Pusat”, ilmu ini memberikan kita pandangan lebih utuh untuk “memanfaatkan”, dan bukan “dimanfaatkan” materi.

Inilah rahasia ilmu kuno yang sangat relevan dengan kebutuhan dan tantangan kita, manusia modern. Penjelasannya mudah dipahami. Praktis, sekaligus visioner.

Baca lebih lanjut

Mutiara Quotation TAO TEH CHING Bagi Orang Modern

Judul              : TAO TEH CHING Bagi Orang Modern

Pengarang      : Anand Krishna

Penerbit          : PT Gramedia Pustaka Utama

Cetakan          : 1998

Tebal              : 359 halaman

 

Mutiara Quotation TAO TEH CHING Bagi Orang Modern

 

Ia tidak mendirikan suatu sekte. Ia tidak meletakkan dasar bagi suatu kepercayaan baru. Ia sadar sepenuhnya bahwa lembaga-lembaga semacam itu pada suatu hari akan kehilangan esensinya dan yang tertinggal hanya kerangkanya saja. Ia bicara tentang kesadaran. Kesadaran yang harus diperoleh sendiri lewat penemuan jatidiri, lewat pencerahan. Kesadaran yang tidak tergantung pada anjuran ataupun pengalaman orang lain. Kesadaran yang harus menjadi pengalaman pribadi setiap individu.

  Baca lebih lanjut

Mutiara Quotation SAPTAPADI, 7 Steps toward a happy marriage

Judul              : SAPTAPADI, 7 Steps toward a happy marriage

Pengarang      : Anand Krishna

Penerbit          : PT Gramedia Pustaka Utama

Cetakan          : 2006

Tebal              : 236 halaman

 

Mutiara Quotation SAPTAPADI, 7 Steps toward a happy marriage

 

            Pada tanggal 18 Agustus 1945 dua orang pengikut Mahatma yang berbeda agama melakukan perkawinan di Ashram beliau. Perkawinan semacam itu memang tidak dilarang di India ketika India masih dijajah Inggris, maupun setelah kemerdekaannya. Perkawinan lintas agama dengan memberikan kebebasan penuh kepada masing-masing pihak untuk tetap menjalani agamanya malah difasilitasi oleh Kantor Catatan Sipil, dan disebut Civil Marriage.

            Mahatma Gandhi sadar betul bahwa hal itu tidak melanggar nilai-nilai budaya yang telah mengakar di wilayah peradabannya, wilayah peradaban Sindh, yang oleh petapa Cina disebut Shintu, Shin atau Syin, oleh sejarawan Arab disebut Hind, dan oleh bangsa-bangsa Eropa disebut Indies, Indische, Indo, India.

            Dari budaya asal itulah kita mewarisi Saptapadi, Tujuh Langkah Menuju Kebahagiaan Hidup, Kebahagiaan Berumahtangga. Warisan milik Anda ini saya kembalikan kepada Anda, semoga berkenan.

Baca lebih lanjut

Mutiara Quotation REINKARNASI Hidup Tak Pernah Berakhir

 

Judul : REINKARNASI Hidup Tak Pernah Berakhir

Pengarang : Anand Krishna

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama

Cetakan : 1998

Tebal : 145 halaman

 

Mutiara Quotation REINKARNASI Hidup Tak Pernah Berakhir

 

Ketika ulat menjadi kepompong, ia meninggalkan badan wadagnya dan lahir dalam wadag baru. Ketika saatnya tiba, badan wadag kepompong pecah, keluar cairan amis, dan lahirlah kupu-kupu. Karena semuanya itu masih dapat kita saksikan dengan mata wadag kita, kita menyebutnya proses metamorfose. Ketika badan wadag kupu-kupu hancur, kita menyebutnya mati. Apakah metamorfose dan kematian itu berbeda secara radikal? Lalu bagaimana dengan kematian kita? Apakah itu akhir hidup kita?

 

Pertanyaan Pada Diri Sendiri

Pernahkah Anda mengunjungi suatu tempat untuk pertama kalinya, namun mendapatkan kesan seolah-olah pernah berada di tempat itu sebelumnya? Pernahkah Anda menghadapi suatu situasi untuk pertama kalinya, namun terasa seolah-olah pernah melewati situasi yang sama?

Pernahkah Anda melihat seseorang dan sebelum terjadi komunikasi apa pun, sudah langsung merasa tidak simpatik padanya? Atau sebaliknya? Perhatikan kesenangan-kesenangan Anda, apa yang Anda senangi? Anda lahir di Indonesia, namun mungkin senang masakan Cina, senang membaca cerita-cerita silat Cina?

Mengapa ada yang lahir kaya raya dan ada yang miskin? Mengapa ada yang bekerja keras, tetap saja tidak berhasil, namun ada yang tidak bekerja keras tetapi berhasil?

Pertanyaan-pertanyaan seperti ini telah menghantui manusia sejak ribuan, bahkan mungkin jutaan tahun.

Lewat halaman-halaman buku ini, saya ingin berdialog dengan Anda, dan saya ingin bicara dengan manusia Indonesia. Selama ratusan tahun, Anda mengurung diri dalam kamar yang kecil dan tak berjendela. Entah berapa kali, telah saya panggil nama Anda. Entah sejak kapan saya berusaha untuk membangunkan Anda, untuk membuat Anda sadar akan warna-warna kehidupan ini.

Dan sekarang Anda telah terjaga. Jangan tertidur lagi. Tinggalkan ranjang Anda. Sejak begitu lama, telah saya tunggui Anda. Siapkah Anda menerima saya, untuk menerima apa yang ingiin saya bagi dengan Anda?

 

Aku Pernah berada di sini

Mengapa kamu ingkar kepada Allah. Padahal dahulunya kamu mati. Lalu Allah menghidupkan kamu. Kemudian Dia mematikan kamu. Kemudian Dia menghidupkan kamu kembali. Lalu kepadaNya kamu dikembalikan? Al Qur’an Surat Al Baqarah, ayat 28.

Rupanya ada mekanisme Alam yang sedang bekerja. Ada Proses daur Ulang Alami yang sedang bekerja. Manusia saja sudah mulai memikirkan proses daur ulang. Apakah alam begitu tumpul, sehingga tidak terpikirkan proses serupa olehnya?

Air laut menguap menjadi awan, awan berubah menjadi air hujan, hujan turun untuk mengguyuri bumi kita lagi. Secara ilmiah sudah terbukti bahwa tidak ada sesuatu yang dapat musnah. Segala sesuatu dalam alam ini hanya mengalami perubahan bentuk, itu saja.

Bhagavad Gita Bab II Ayat 22: sebagaimana kau melepaskan pakaianmu yang lama dan memakai pakaian baru, begitu pula jiwa ini meninggalkan badannya yang lama dan menghuni badan baru.

Ia yang Bijak, mengetahui segala sesuatu tentang kelahiran-kelahiran sebelumnya. Ia memahami rahasia sorga dan neraka. Bagi dia, kelahiran ini merupakan yang terakhir kalinya, karena Ia telah mencapai Kesadaran yang Tertinggi; Ia telah mencapai Kesempurnaan. Dhammapada, ayat 423.

Memang Elia akan datang dan memulihkan segala sesuatu dan Aku berkata kepadamu: Elia sudah datang, tetapi orang tidak mengenal dia, dan memperlakukannya menurut kehendak mereka. Injil Matius 17: 11 & 12.

Saya mengajak Anda untuk menerima setiap sisi Kebenaran. Saya mengajak Anda untuk menyadari bahwa setiap sisi itu benar dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Kebenaran yang satu dan itu-itu juga. Sekali lagi, apakah Anda siap untuk menerimanya?

 

Bentuk-bentuk Kehidupan

Kehidupan yang kita kenal hanya sebagaian kecilnya saja. Anda menimpulkan, Ah dia punya badan, dia bernapas, dia adalah manusia seperti saya. Segala sesuatu yang lain, bentuk-bentuk kehidupan yang lain yang tidak serupa dengan Anda biasanya akan Anda tolak.

Bayangkan alam yang luas dan tak terbatas ini. Membayangkannya pun tidak bisa. Galaksi kita yang disebut Bima Sakti ini hanya salah satu dari jutaan galaksi. Dalam galaksi kita sendiri entah berapa bulan dan berapa bintang.dunia kita bagaikan titik kecil yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Pengetahuan kita sangat minim.

 

Hukum Sebab-Akibat

Yang namanya kebetulan itu memang tidak ada. Pertemuan kita, perpisahan kita, semuanya merupakan bagian dari cetak biru yang sudah ditentukan sebelumnya. Namun, kita dapat menentukan cetak biru untuk masa depan kita. Hal itu perlu direnungkan sejenak.

Yang namanya takdir itu apa? Memang, apa yang tengah kita alami sekarang ini merupakan takdir kita, sudah ditentukan oleh masa lalu kita. Tetapi yang menentukan siapa? Kita-kita juga. Apa yang kita buat pada masa lalu menentukan masa kini kita. Nah, sekarang apa yang kita buat sekarang, dapat menentukan masa depan kita. Bagi mereka yang mengetahui mekanisme alam ini, hidup menjadi sangat indah. Ia tidak akan menangisi takdirnya. Ia tahu persis bahwa ia pula yang menentukan takdirnya sendiri. Ini yang disebut Hukum Karma, Hulum Sebab Akibat. Karma berarti tindakan, karya.

Maya, Ilusi. Dalam bahasa Sanakrit, maya berarti ilusi. Maya juga berarti kekuatan alam yang bermanifestasi, sebagai saya dan Anda, sebagai bulan dan bintang, sebagai bumi dan langit, sebagai gunung dan lembah. Semuanya ini permainan Maya.

Hukum Karma, hukum alam yang mutlak, telah menentukan kelahiranmu di Indonesia kali ini. Ada teman-teman lama yang harus kau temui lagi. Ada urusan-urusan yang harus kau selesaikan. Dan tentu saja, ada pertemuan antara kita – yang harus dirayakan.

Keberadaanlah yang menentukan segala sesuatu. Apabila, hari ini saya bisa bercerita dengan Anda dan Anda bisa mendengarkan saya, itu pun karena kehendak Keberadaan. Karma Anda dan karma saya telah saling menyilang dan pertemuan antar kita pun terjadi.

 

Lahir Kembali

Yang mengaktifkan komputer manusia ini adalah juga tiga unsur utama. Pertama, badan kasat kita. Ini bagaikan hardware. Kedua, ego kita. Ini bagaikan software. Dan tentu saja, ketiga, kesadaran yang merupakan aliran listriknya. Badan kita sewaktu-waktu bisa rusak, bisa berhenti bekerja. Namun Software nya tidak ikut rusak. Ego kita masih utuh, masih dapat berfungsi. Software yang sama dapat digunakan, menggunakan hardware yang baru. Tidak ada memori yang hilang, tidak ada program yang terhapus. Ego kita yang merupakan software, masih dapat digunakan.

Ada satu hal yang jangan sampai terlupakan: Kesadaran atau aliran listrik kesadaran ini tidak pernah terganggu. Ego adalah mekanisme yang sangat kompleks, yang terdiri dari pikiran, memori, keinginan-kainginan, impian-impian, harapan, perasaan dan lain sebagainya. Selama kita ini kita mengidentitaskan diri kita dengan Ego ini. Setiap kali Ego menghuni badan kasat, manusia menjadi nyata. Setiap kali ia meninggalkannya, badan kasat menjadi jasad.

Kelahiran dalam dunia ini ibarat belajar di sekolah. Alam semesta ini ibarat lembaga pendidikan, universitas. Ada fakultas-fakultas lain pula, yang terdapat dalam dimensi lain. Masih ada begitu banyak bentuk kehidupan yang lain. Apabila seseorang mati dalam kesadaran, ia akan tahu persis mata pelajaran apa yang masih harus dipelajari.

 

Kematian

Kematian bukan titik penghabisan kehidupan manusia. Kematian hanya merupakan titik awal proses daur ulang. Seorang siswa akan pulang ke rumahnya, setelah seharian di sekolah. Begitu pula kita. Setelah belajar di dunia ini, kita pulang ke alam asal kita. Kenapa ada rasa takut? Kita ibarat anak-anak kecil yang dikirim ke asrama sekolah. Untuk membuat kita betah di asrama ini, memori tentang rumah harus dihilangkan sedikit demi sedikit. Orang tua Anda tidak akan datang menemui Anda terlalu sering.apabila Anda tidak ditinggal sendirian, kapan Anda bisa mandiri? Kapan Anda akan belajar? Namun seperti anak-anak kecil yang masih di tingkat TK dan SD, selesai belajar sepanjang tahun, sewaktu pulang ke rumah pun ada rasa takut. Kita begitu kecil, begitu rawan, begitu cepat terkondisi. Bagaimana pulangnya? Naik kereta, lantas siapa yang menjemputnya? Seribu satu macam pertanyaan akan menghantui anak-anak kecil yang sedang siap-siap untuk pulang ke rumah mereka masing-masing, setelah setahun penuh berada di asrama sekolah.

Mereka yang masih berada di Tk, di SD dalam “sekolah hidup ini” akan selalu takut mati. Ironisnya, selama ini kita semua hampir tidak pernah naik kelas.

Sebelum kelahiranmu kali ini, kau sudah berjanji dengan begitu banyak teman-teman lainnya, bahwa kau akan lahir di Indonesia, atau di negara-negara yang akan kau kunjungi, sehingga kalian dapat bertemu dan bekerjasama lagi.

 

Melampaui Kelahiran & Kematian

Apa yang sebenarnya pada saat kematian? Sang Ego meninggalkan badan kasat. Badan kasat ini tidak dapat berfungsi tanpa ego. Dalam kasus mereka yang mati tanpa kesadaran, kematian memang membingungkan. Dan berhubung dalam alam itu jarak dan waktu sebagaimana kita ketahui di sini tidak ada lagi, maka ego kita bisa gentayangan selama beberapa jam. Beberapa hari, beberapa tahun atau bahkan beberapa abad. Ego yang bergentayangan ini mempunyai badan yang bentuknya mirip dengan badan kasat terakhir.

Tali pengikat yang sering disebut silver cord atau tali perak karena bercahaya keperak-perakan. Tali itu menghubungkan badan kasat dengan badan halus. Tali ini tidak akan putus, kecuali sudah tiba saatnya bagi Sang Ego untuk meninggalkan badan kasat. Dalam alam tidur, tali penghubung ini tidak pernah putus.

Pada saat kita dinyatakan mati, sebenarnya yang terjadi adalah bahwa badan halus kita berada di luar badan kasar dan sudah tidak dapat masuk kembali.

Ingat satu hal: peningkatan kesadaran hanya dapat terjadi selama Anda masih memiliki jasad Anda, kemungkinan untuk bisa berkembang menipis sekali. Anda harus berkarya sekarang, selama jasad ini masih Anda miliki dan masih berfungsi normal. Apabila Anda tidak mengurus diri sendiri dalam kelahiran ini, Anda akan lahir kembali, dan mati lagi, dan lahir lagi demikian seterusnya, sampai Anda menembus setiap alam kesadaran dan mencapai apa yang saya sebut Kesempurnaan dalam Kekosongan, dalam Kasunyatan.

Jangan mencari-cari pembenaran lewat konfirmasi dari pihak ketiga. Kau ceritakan pengalamanmu kepada orang lain, juga tidak ada gunanya. Mereka belum mengalami apa yang tengah kau alami. Mereka tidak dapat membantumu.

Tidak ada peristiwa sepenting peristiwa meninggalnya seorang Buddha, seseorang yang telah mencapai pencerahan dan kesempurnaan dalam hidup ini.ia tidak hanya meninggalkan badan kasatNya, Ia juga meninggalkan EgoNya, pikiranNya. Sekarang EgoNya menjadi fragmen-fragmen kecil dan tersebar kemana-mana.

Ya seperti sampah – tetapi sampah yang sangat berharga. Ego yang telah mengalami transformasi dan sudah berubah menjadi Kesadaran, hasil Pencerahan yang dicapaiNya dapat mengubah siapa saja, dapat meningkatkan kesadaran siapa yang menerimaNya.

Ya persis. Fragmen yang terkecil dari Ego ini memiliki kualitas yang persis sama seperti yang terbesar. Apabila seseorang berada dalam keadaan reseptif, ia dapat menerima fragmen-fragmen ini, dan dapat terjadi loncatan yang dahsyat dalam kesadarannya.

Tidak melakukan apa pun, hanya membuka diri terhadap segala kemungkinan. Hanya menjadi reseptif. Tidak menolak apa pun.

Benar. Terjadi Transformasi Kuantum dalam dirimu. Terjadi loncatan yang dahsyat. Kau menerima begitu banyak kepingan Ego para Buddha, dan lahirlah kesdaran yang baru. Ego para Buddha tersebsr dalam bentuk getaran-getaran energi yang sangat halus.

Penyakitmu memang harus kau lewati – dalam keadaan sakit, badan kasat menderita dan penderitaan itu secara berangsur-angsur membuat kamu tidak terikat pada badanmu lagi. Keterikatanmu berkurang, sampai kau dapat melampaui hubungan-hubungan emosional yang paling sulit untuk dilampaui.sedikit demi sedikit kau mulai terbuka. Kata-kata sang Lama merupakan pukulan yang terakhir dan kau terbuka lebar.

Kau harus menjadi pelita bagi dirimu sendiri. Terangilah jalanmu sendiri. Kau harus menempuh sendiri perjalanan hidup ini – jangan bersandar pada siapa pun.

Setiap orang berpotensi menjadi Buddha. Ada yang mengembangkan potensi itu, ada yang membiarkannya begitu saja. Bila seseorang menyadari hal ini dan mengambil langkah pertama untuk mencapai pencerahan. Alam Semesta turut membantunya.

Mutiara Quotation ISHQ MOHABBAT

 

Judul : ISHQ MOHABBAT

Dari Nafsu Berahi Menuju Cinta Hakiki

Pengarang : Anand Krishna

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama

Cetakan : 2005

Tebal : 140 halaman

 

Mutiara Quotation ISHQ MOHABBAT

 

Catatan:

Legenda adalah wahana yang luar biasa untuk memasuki wilayah rohani. Dan kali ini disajikan bagi Anda, Sasui Punhu, sebuah kisah cinta dari lembah sungai Sindhu; tepatnya di sekitar wilayah Punjab yang sekarang terbagi menjadi dua, sebagian di Pakistan, sebagian di India.

Sasui Punhu adalah penggambaran kembara rohani melalui sebuah kisah cinta insani. Dari beberapa versi, dipilih versi sufi yang salah satunya kini diulas kembali oleh Bapak Anand Krishna untuk Anda.

Buku ini adalah bagian dari trilogi:

  • Ishq Allah

  • Ishq Ibaadat

  • Ishq Mohabbat

Dengan buku ini, selami cinta yang melucuti kita dari segala kata.

 

Sasui Punhu

Apa pun yang kita lakukan sesungguhnya tak luput dari Hukum Karma. Pembicaraan kita saat ini, bahkan pikiran, ya apa yang terpikir, tindakan, ucapan, pikiran – semua menjadi sebab dan membawa akibat. Tapi, Naaun, bagaimana kalau kita menjadi pemain saja – bermain atas perintah Sang Sutradara Agung?

Betul, kau betul. Tak sesuatu pun terjadi bila Ia tak menghendaki-Nya. Dan, dengan menerima Kehendak agung itu sebagai perintah-Nya, kita terbebaskan dari hukum. Bukan Hukum Karma saja, tetapi hukum apa saja.

Orang Hindu merasa harus membela agama Hindu. Orang Islam merasa harus membela agama Islam. Orang Kristen, Kattholik, dan lainnya pun sama. Apa betul, agama harus dibela? Dan, dibela oleh manusia?

Apa benar, manusia lebih kuat daripada agama yang dianutnya? Bila ya, kenapa ia harus bersandar pada Agama? Kenapa harus percaya pada sesuatu yang lebih lemah daripada dirinya?

Dan, bila agama lebih kuat daripada manusia, agamalah yang harus membela manusia. Bukan sebaliknya.

Atas nama pembelaan terhadap agama, entah berapa tempat ibadah yang telah dihancurkan? Atas nama Tuhan, rumah-rumah-Nya malah dibumihanguskan. Kita masih belum sadar juga, tidak sadar juga…..

Ayat Allah telah turun. Lewat gelombang tsunami yang menghancurkan itu, lewat Gempa Bumi di Jogya dan Klaten, lewat Lapindo dan berbagai bencana lainnya. Ia Yang Maha Mendaur Ulang tengah berbicara dengan kita. Ia hendak menyampaikan sesuatu, tetapi kita tidak memahami.

Kemudian, ada juga yang dengan bangga mengatakan: lihat saja, semuanya hancur, Bait Allah, Rumah Tuhan saja yang masih utuh, tidak hancur. …………….Versi allah yang sungguh-sungguh lucu, sama-sama ajaib…Rumah sendiri dilindungi, umat-Nya tidak!

Dilema Naaun juga merupakan dilema kita semua saat ini. Ketika seorang tokoh menyebar-luaskan kebencia dan permusuhan antar umat dengan visinya yang sempit, pasti terjadi perpecahan dalam masyarakat kita. Apa yang harus dilakukan oleh seorang Naaun?

Hari itu Naaun bingung. Hari ini pun Naaun masih tetap bingung. Kebingungannya tidak terhadap agama, tetapi terhadap orang-orang mengenai agama… pemahaman mereka yang dianggap sebagai otoritas yang berhak memaknai agama semau mereka.

Agama yang semula diturunkan untuk mempermudah hidup manusia, memperkayanya dengan nilai-nilai yang menyejukkan, sekarang telah berubah menjadi sesuatu yang sangat menyulitkan, dan tidak lagi menyebarkan kesejukan, cinta, tetapi kebencian.

 

Kadang, agama yang seharusnya mempertemukan malah memisahkan. Kadang, agama yang seharusnya menyejukkan malah menggerahkan. Kadang, agama yang seharusnya memberi rasa aman malah membawa bencana. Dan, semua itu terjadi karena “interpretasi” manusia terhadap agama, karena “pemahaman” kita tentang agama masih sempit, masih picik.

Berarti, interpretasi manusia atau pemahamannya tentang agama menjadi sangat penting. Pemahaman yang sempit membawa bencana dan menjadi serapah. Pemahaman yang luas menghasilkan rasa damai dan menjadi berkah.

 

Keyakinan Punhu sungguh luar biasa. Dan, hanyalah keyakinan seperti itu yang dapat mempertemukan kita dengan Sang Cantik, dengan Ia Yang Maha Cantik, dengan Kecantikan itu sendiri.

Tanpa keyakinan seperti itu, kita hanya dapat bertemu dengan kecantikan semu, dengan cantik-cantik kodian yang banyak kita temuai dimana-mana. Tanpa keyakinan Punhu, kita hanya akan bertemu dengan kecantikan jasmani. Kecantikan rohani tak akan kita temuai.

Yakinkah kita akan Kecantikan-Nya? Apa masih membutuhkan bukti, masih ingin mendengar kesaksian orang? Bahkan, bila kita percaya pada-Nya”karena” Ia cantik, kepercayaan yang masih membutuhkan “karena” bukanlah keyakinan. Yakin berarti tidak percaya “karena” sesuatu. Yakin berarti yakin, tanpa embel-embel “karena”.

 

Kita mengambil langkah pertama dalam perjalanan rohani saat kita menjadi saksi. Tanpa kesaksian semacam itu, kita tak dapat melangkah maju. Langkah kedua adalah yakin… yakin pada pengalaman pribadi. Sekecil apa pun pengalaman kita, pengalaman kita adalah pengalaman kita. Pengalaman kita yang “secuil” jauh lebih berarti bagi kita daripada segudang buku berisikan pengalaman-pengalaman orang alai yang kita baca.

Kita harus selesai dulu dengan segudang buku. Bacaan kita harus kita selesaikan terlebih dahulu. Bacaan itu hanya berguna sebalum kita menjadi saksi. Bacaan itu hanya bermanfaat bila kita terpicu untuk melakukan perjalanan. Bacaan itu hanyalah seperti iklan tentang suatu tempat yang indah. Dan, iklan hanyalah brguna untuk memunculkan hasrat di dalam diri kita, keinginan tunggal dan sungguh-sungguh di dalam diri kita untuk mengunjungi tempat itu – untuk menjadi saksi bagi keindahan.

Punhu sudah selesai dengan bacaannya. Ia juga sudah menjadi saksi, sudah yakin. Sekarang ia siap untuk berijtihad, berupaya untuk mewujudkan keyakinannya dalam hidup sehari-hari, itulah langkah ketiga.

Langkah pertama : menjadi saksi.

Langkah kedua: meyakini kesaksian diri.

Langkah ketiga: mewujudkan keyakinan serta kesaksian dalam keseharian.

 

Tanpa disadarinya, Punhu telah mengambil langkah keempat, yaitu menafikan segala yang menjadi penghalang bagi ijtihadnya.

Kadang, terpesona oleh kecantikan-Nya, kita melupakan Ia Yang Maha Cantik dan kita berhenti berjihad. Kita merasa sudah sampai. Ya, kecantikan-Nya pun dapat membuat kita lupa akan Yang Maha Cantik.

Dunia ini ibarat kecantikan-Nya. Alam semesta adalah kecantikan-Nya. Sementara kita terjebak dengan kecantikan-Nya; kita sibuk mengartikan kecantikan-Nya, mengejar kecantikan-Nya dengan penuh hasrat untuk memiliki-Nya. Kita lupa bahwa Yang Maha Cnatik tak dapat dimiliki karena kita tidak “maha”, belum “maha”, Yang “Maha” Dia. Kita bisa menjadi milik-Nya, tetapi tidak dapat memiliki-Nya!

Sang Cantik, Kecantikan dan kita yang terpesona oleh Sang Cantik, oleh Kecantikan, atau oleh kedua-duanya – itulah Trinitas Kehidupan, tiga sisi utama kehidupan yang menjadi dasar bagi segala sesuatu yang hidup.

Bila tiga sisi itu menjadi dasar utama bagi kehidupan, apa yang menjadi dasar bagi kematian? Jawabannya, ketiga unsur yang sama, karena kematian tidak bertentangan dengan kehidupan. Kelahiran dan kematian hanyalah ombak yang memasang dan menyurut dalam lautan kehidupan. Kematian pun sesungguhnya sangat cantik, secantik kelahiran. Matahari saat terbenam sama indahnya seperti saat terbit. Keindahan yang disebarnya pun sama.

 

Dengan menempatkan seorang makcomblang antara dirinya dan Sansui, Punhu membuat kesalahan pertama, yaitu menciptakan jarak antara pengabdi dan Yang Diabdi.

Tidak hanya perantara, Punhu juga membuat kesalahan lain dengan memamerkan kelebihan-Nya, Aku seorang pangeran, putra raja – itulah kesalahan kedua yang dilakukannya. Memang btidak secara langsung kepada orang tua sasui, tetapi itulah yang ia jual lewat makcomblangnya. Pamer adalah kecenderungan yang juga dimiliki oleh setiap orang.

Merunduk di hadapan Lal, dan melihat yang tak terlihatpada Sansui! Dengan itu Punhu menghunjam ke kedalaman. Tapi, kenapa dia harus memakai kedok?

Inilah kesalahan ketiga: Punhu berkedok. Ia bohong., tidak tampil apa adanya. Ia menutup-nutupi.

Ia berbuat begitu karena takut. Punhu masih takut ditolak. Ia tidak siap ditolak. Ia tidak dapat menerima penolakan.kedekatan dengan kasih masih diukurnya dengan penolakan dan penerimaan.

Tak cukupkah bila kita sudah dekat? Apakah kedekatan itu tak sama dengan penerimaan? Tak cukupkah kedekatan dengan Sang Kasih? Mau menuntut penerimaan seperti apa lagi? Kedekatan dengan Sang Kasih sudah merupakan bukti dari penerimaan-Nya.tapi, Punhu tidak puas, ia ingin memiliki Kasih dan itulah kesalahannya yang keempat: keinginan untuk memiliki – keserakahan!

 

Kebenaran tak pernah basi, ia tetap segar, namun pemahaman kita bisa menjadi basi. Kebenaran sebagaimana kita pahami dulu barangkali sudah tidak dapat diterima lagi sebagai kebenaran kini. Upaya untuk hari ini memaksakan pemahaman kemarin hanya menciptakan keraguan, kesangsian, kebimbangan, dan kekacauan.

Pemahamn tentang kebenaran yang ditunda penyebarannya; dan disebarkan lama setelah terjadinya pemahaman itu, mengeluarkan aroma tak sedap pula.

 

Sudah bersama sasui, kita masih saja tidak percaya terhadap kebijaksanaannya. Apa yang terjadi dengan penyerahan diri kita? Bagaimana dengan kasih kita? Pengabdian kita?

Punhu belum siap. Ia belum memiliki pengaman diri secanggih itu. Kemampuan diri Punhu tak tersembunyi dari Sasui.karena itu, berulang kali Sasui memberi peringatan supaya Punhu hati-hati. Sayang, Punhu malah menyalahpahami iktikad baik. Ia malah menuduh yang bukan-bukan.

Seorang murshid mengetahui kemampuan muridnya. Karena itu, bila terbukti belum siap, ia akan memagari si murid demi keselamatan kesadaran nya. Para murid sering menyalahartikan kepedulian sang murshid, Kok saya ditegur terus. Mereka ingin melakukan sesuatu yang mereka anggap baik bagi sang murshid. Mereka hendak menyebarluaskan pesan guru mereka, padahal bila jujur dengan diri sendiri, dibalik keinginan itu tersembunyi kepentingan-kepentingan pribadi mereka sendiri. Jiwa mereka masih mengejar ketennaran dan pengakuan dari dunia luar.

Mereka lupa bahwa sisa-sisa keliaran dan kebuasan yang masih ada di dalam diri mereka dapat terpicu kapan saja…. dan terjadilah, apa yang dikhawatirkan sang murshid… ingin menyelamatkan, mereka sendiri malah hanyu.

 

Jangankan satu malam, sedetik pun cukup untuk memerosotkan kesadaran. Apalagi bila pergaulan kita tidak menunjang kesadaran kita.

Ya, kesadaran memang rentan, very very fragile! Berapa lama yang kita butuhkan untuk mmenciptakan sesuatu yang indah? Dan, berap lama yang kita butiuhkan untuk merusaknya?

 

Ishq Hakiki

Urutannya memang demikian. Ishq Mijaazi, Ishq Hakiki dan Ishq Illahi. Dari luapan emosi dan nafsu berahi, kita menemukan sesuatu yang haqq, yang sejati, kemudian baru menuju ilahi.

Luapan emosi harus dilewati. Bila tunggu untuk menyelesaikannya, tak akan pernah selesai. Luapan emosi bagaikan laut yang luas dan tak terlihat batasnya. Kita hanya bersandar di salah satu pantainya, terserah pantai mana, silahkan pilih sendiri.

Kita bisa berhenti di Pantai Persahabatan. Kita juga dapat menemukan Pantai Pasangan, Pantai Keluarga – temukan sendiri Pantaimu. Kemnudian setelah itu, baru menemukan “Yang Haqq” – Kebenaran di baliknya, di dalamnya. Menemukan Haqq juga berarti menemukan Allah. Haqq Allah Haqq allah… Hanya Dialah Kebenaran Sejati, Hakiki… Haqq Allah, Haqq Allah, HaqqAllah……

 

Triwidodo

Juli 2008.

Mutiara Quotation Be The CHANGE

 

Judul : Be The CHANGE

Mahatma Gandhi’s Top 10 Fundamentals for Changing the World

Pengarang : Anand Krishna

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama

Cetakan : 2008

Tebal : 102 halaman

 

Mutiara Quotation Be The CHANGE

 

Catatan :

Terkesan sangar dan berani, kekerasan sesungguhnya adalah wujud dari sikap pengecut dan tidak percaya diri. Orang cerdas mengerti paradoks ini: hanya orang yang benar-benar pemberani yang akan memeluk Prinsip Tanpa Kekerasan. Buku ini menampilkan 10 Prinsip Ahimsa Mahatma Gandhi yang akan membuat hidup menjadi bermakna.

  • Prinsip Tanpa Kekerasan adalah etika tertinggi, yang merupakan tujuan seluruh evolusi. Selama kita masih melakukan kekerasan terhadap sesama manusia, kita tidak lebih baik dari binatang buas. Thomas Edison.

  • Islam adalah agama yang mengajarkan prinsip Tanpa Kekerasan. Menurut Alquran, Tuhan tidak menyukai fasad, kekerasan. Maulana Wahiduddin Khan.

  • Buku Anand Krishna ini amat membesarkan hati dan bermanfaat sebagai panduan bagi segenap anak bangsa dan umat untuk melakukan transformasi. Dr. H. Hamim Ilyas, M.A. Asisten Direktur Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

  • Selamat mencermati mutiara dari Sang Mahatma agar menjadi lebih bijak dalam menghadapi segala tangtangan yang kita hadapi. Sudharmadi WS. Dosen, Mantan Deputi Menko Polhutkam dan Staf Ahli Menteri.

  • Sebuah buku yang indah, gampang dibaca, tetapi mendalam gemanya apabila kita mau membuka hati kita. Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno, SJ.

 

Kata Pengantar

Oleh Sudharmadi WS. Dosen Tetap Universitas Diponegoro. Mantan Deputi Menko Polhutkam RI Bidang Rekonsiliasi dan Kesatuan Bangsa, 2002-2006, dan Staf Ahli Menteri hingga saat ini.

 

Sekapur Sirih

Oleh Franz Magnis-Suseno SJ. Guru Besar Tetap Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara.

 

Memenuhi Panggilan Sang Mahatma

Penjelasan mengenai kondisi negara Indonesia saat ini. Kekerasan yang terjadi di negara kita dan segelintir yang masih waras dan tetap berjalan pada jalur tanpa kekerasan. Kejadian 1 Juni 2008 di Lapangan Monas dengan rincian mengaenai kondisi para korban.

 

Pesan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon

Pada Hari Tanpa Kekerasan Sedunia Pertama Tanggal 2 Oktober 2007.

 

Sepuluh Butir Kebijaksanaan Mahatma Gandhi

Jangan putus asa terhadap kemanusiaan. Kemanusiaan bagaikan samudera. Beberapa tetes air kotor tidak mampu mengotori seluruh samudera.sebuah Al Qur’an dibuka secara acak oleh Gandhi, Surat An-Nissa ayat 75: dan, mengapa kamu tidak berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah dan laki-laki, perempuan dan anak-anak yang berseru, “Ya, Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri yang penduduknya zalim ini, dan berilah kami pelindung dari sisi-Mu dan berilah kami penolong dari sisi-Mu.

Gandhi menemukannya dengan cara untuk menolak kekerasan. Ia menolak kezaliman dengan cara yang tidak zalim.

Maulana Wahiduddin Khan: Islam adalah agama yang mengajarkan prinsip Tanpa Kekerasan. Menurut Al Qur’an, Tuhan menyukai fasad, kekerasan. Apa yang dimaksud dengan fasad dijelaskan dalam ayat 205 dari Surat Kedua. Pada dasarnya, fasad adalah tindakan yang mengacaukan tatanan sosial, menyebabkan kerugian besar baik nyawa maupun harta.

 

Butir # 1 Change Yourself

You must be the change you want to see in the world.

Kau sendiri mesti menjadi perubahan seperti yang kauinginkan terjadi dalam dunia.

 

Perubahan mesti dimulai dari diri sendiri. Jangan mengharapkan perubahan dari dunia luar. Jangan menunda perubahan diri hingga dunia berbeda. Coba perhatikan, dunia ini senantiasa berubah. Kalau kita tidak ikut berubah, kita menciptakan konflik antara diri kita dan dunia ini.

Pengotakan manusia berdasarkan suku, ras, agama, kepercayaan dan lain sebagainya lahir dari pikiran yang masih belum dewasa. Pikiran yang masih hidup dalam masa lampau, masih sangat regional atau parsial, belum universal.

Pikiran seperti inilah yang telah mengacaukan negeri kita saat ini. Kita hidup dalam kepicikan pikiran kita, dalam kotak-kotak kecil pemikiran kita, tetapi ingin menguasai seluruh Nusantara, bahkan kalau bisa seluruh dunia. Jelas tidak bisa.

Kita masih hidup dengan ego kita, keangkuhan dan arogansi kita, kebencian dan amarah kita, kelemahan dan kekerasan hati kita. Dengan jiwa yang masih kotor itu, kita memperoleh kekuasaan, kedudukan, dan harta, maka jelaslah kita menghalalkan segala macam cara.

Berubahlah. Bila ingin menjadi pemimpin, ubahlah sikap dari penguasa menjadi pelayan. Bila masih belum mampu mengendalikan diri sendiri, jangan berharap dapat mengendalikan keadaan di luar diri.

 

Butir # 2 You Are in Control

“Nobody can hurt ne without my permission”

Tak seorang pun dapat menyakitiku bila aku tidak mengizinkannya.

 

Karna seorang bijak, seorang dermawan, seorang pemimpin yang ideal, tetapi seluruh kebaikannya itu seolah terlupakan oleh sejarah karena keberpihakannya pada Adharma, pada pelaku kejahatan.

Bila ingin menjadi seorang pemimpin, jangan memelihara virus sakit hati. Terlebih lagi jangan sampai penyakit itu dijadikan pemicu dan motivasi untuk maju ke depan. Bila kita merasa bisa disakiti, kita sungguh lemah. Perasaan itu saja sudah membuktikan bahwa kita tidak layak untuk menjadi pemimpin.

Apa yang disebut orde lama itu dijadikan referensi untuk mengadakan reformasi, maka itu pula yang terjadi. Orde yang lama mengalami re-formasi, pembentukan ulang. Bahan bakunya masih sama, adonannya masih sama, bentuknya saja yang berbeda. Cara penyajiannya saja yang sedikit lebih keren.

Setiap aksi menimbulkan reaksi yang setimpal. Ini merupakan hukum alam. Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya. Setiap orang bertanggung jawab terhadap alam, terhadap keberadaan – terhadap Tuhan.

Janganlah sekali-kali membalas aksi kejahatan dengan kejahatan, kekerasan dengan kekerasan, karena setiap orang yang membalas kejahatan dengan kejahatan menjadi jahat. Setiap orang yang membalas kekerasan dengan kekerasan menjadi keras.

Jadikanlah pengendalian diri sebagai tujuan hidup, sebagai jihad… Bersungguh-sungguhlah untuk mengupayakan hal itu, kemenangan akan selalu ada di genggaman, dan kesempurnaan dalam hidup ini akan dapat diraih. Jadikanlah pengendalian diri sebagai kebiasaan, maka perangkap dunia yang ilusif ini tidak akan membelenggu kita. Dunia yang saat ini ada, dan sesaat kemudian tidak ada, ini tidak akan memerangkap kita.

Pengendalian diri adalah kekuatan. Bila berhasil mengandalikan diri, kita akan dapat mengendalikan kekerasan dan ketakberesan di luar diri.

Orang yang berhasil mengendalikan dirinya tak akan terkendali oleh orang lain. Ia tidak bisa dibeli, tidak bisa digoda, tidak bisa dirayu. Ia memiliki kepercayaan diri yang luar biasa. Jadilah orang itu.

 

Butir # 3 Forgive and Let It Go

The weak can never forgive. Forgiveness is the attribute of the strong. An eye for eye only ends up making the whole world blind.

Seorang lemah tidak dapat memaafkan. Kemampuan untuk memaafkan hanya ada pada mereka yang kuat…. Bila pencungkilan mata dibalas dengan mencungkil mata, seluruh dunia akan menjadi buta.

 

Memaafkan berarti tidak membenci para pelaku kejahatan. Bujuklah mereka, berilah kesempatan untuk mengubah diri. Namun bila mereka tidak memanfaatkan kesempatan itu, tidak mau mengubah diri dan tetap menggunakan kekerasan, kewajiban kita lah untuk memastikan mereka dikarantina beberapa waktu.

Karena itu penjara, bui, atau lembaga pemasyarakatan kita mesti berubah menjadi Lembaga Pengembangan Diri, Lembaga Pembenahan Diri, Lembaga Pencerahan Diri. Jangan memenjarakan jiwa mereka dalam kotak-kotak baru “ penafsiran agama yang sempit”, yang selama itu sudah menjadi sumber dari sekian banyak konflik dan persoalan. Bebaskan nilai-nilai luhur keagamaan dari pemahaman kita yang sangat jauh dari keluhuran.

Banyak penafsir agama di antara kita justru membenarkan aksi balas dendam. Mereka tidak menginginkan kita melupakan kejadian-kejadian penuh kekerasan yang terjadi pada masa lalu. Mereka tidak menginginkan kita melupakan sejarah suram yang sudah tidak relevan dan tidak konstektual lagi dengan zaman kita.

 

Butir # 4 Without Action You Aren’t Going Anywhere

An ounce of practice is worth more than tons of preaching.

Satu ons tindakan lebih baik daripada berton-ton dakwah.

 

Bicara memang mudah. Melakoni sesuatu memang tidak mudah, tetapi apa arti sesuatu yang hanya dibicarakan, dan tidak dikerjakan, tidak dilakoni? Kita boleh bicara tentang keamanan bagi semua, keadilan dan kesejahteraan bagi semua, kedamaian dan kebahagiaan bagi semua, kenyataannya apa? Kita masih saja memikirkan kepentingan kelompok dan kepentingan partai di atas kepentingan umum.

Bundelan buku di atas seekor keledai, kata Imam Ghazali, tak mampu mengubah keledai itu menjadi seorang cendekiawan.

 

Butir # 5 Take Care of This Moment

I do not want to foresee the future. I am concerned with taking care of the present. God has given me no control over the moment following.

Aku tak ingin melihat apa yang dapat terjadi di masa depan. Aku peduli pada masa kini. Tuhan tidak memberiku kendali terhadap apa yang dapat terjadi sesaat lagi.

 

Seperti inilah kejujuran seorang Gandhi. Ia tidak mengaku dapat melihat masa depan. Ia tidak mengaku memperoleh bisikan dari siapa-siapa. Ia mengaku dirinya orang biasa, tidak lebih penting darpada orang yang derajatnya paling rendah, paling hina dan dina.

Gandhi tidak ragu, tidak bimbang, tidak bingung, karena ia hidup dalam kekinian. Ia bisa bertindak sesuai dengan nuraninya karena tidak menghitung laba-rugi.

Mereka yang ragu, bimbang, dan bingung adalah orang yang tidak bisa hidup dalam kekinian. Mereka selalu menghitung laba-rugi.

Untuk mengubah hidup kita kini, berkaryalah sekarang dan saat ini juga. Bahkan. Jangan memboroskan energi untuk berpikir tentang hasil karya. Bila karya kita baik, hasilnya pun sudah pasti baik. Yakinilah hal ini.

 

Butir # 6 Everyone Is Human

I Claim to be a simple individual liable to err like other fellow mortal. I own, however, that I have humility enough to cnfess my errors and to retrace my steps.

Aku hanyalah seorang manusia biasa yang dapat berbuat salah seperti orang lain juga. Namun, harus kutambahkan bahwa aku memiliki kerendahan hati untuk mengakui kesalahanku dan memperbaikinya.

It is unwise to be too sure of one’s own wisdom. It is helathy to be reminded than the strongest might weaken and the wisest might err.

Adalah tidak bijaksana bila kita terlalu yakin akan kebijakan sendiri. Kita mesti ingat bahwa sekuat apa pun kita bisa menjadi lemah, sebijak apa pun bisa berbuat salah.

 

Menjadi “manusia biasa” adalah tujuan setiap manusia. Manusia tidak lahir untuk menjadi sesuatu yang lain. Ia tidak lahir untuk menjadi malaikat atau dewa. Ia lahir untuk menjadi manusia. Manusia biasa.

Namun betapa sulitnya menjadi “manusia biasa”. Adalah sangat mudah bagi kita untuk mengaku sebagai “ini” dan “itu” – sebagai umat dari agama tertentu, sebagai alumni dari universitas tertentu, sebagai politisi dari partai tertentu.dan, betapa sulit bagi kita untuk mengaku, “aku orang Indonesia”.

Karena kita ingin menunjukkan bahwa diri kita beda. Ya, masing-masing ingin berucap, “ Akubukan orang biasa; aku luar biasa.

Jadilah manusia biasa. Pertahankanlah ke-”biasa”-an kita. Jadi pemimpin, jadi profesional, jadi apa saja, kita tetaplah manusia biasa, dengan segala kelemahan dan kekurangan kita.

Mari kita mengajak sesama anak bangsa, untuk ikut menjadi manusia biasa. Manusia yang tidak diperbudak oleh sistem, oleh dogma dan doktrin, oleh agamawan dan ruhaniwan, oleh lembaga keagamaan dan upacara keagamaan – tetapi yang berhamba sepenuhnya pada Gusti Allah, pada Hyang Widhi, pada Adi Buddha, pada Ia yang Sejati, pada Bapa di Surga.

Butir # 7 Persist

First they ignore you, then they laugh at you, then they fight you, then you win.

Awalnya mereka meremehkanmu, kemudian menertawakanmu, kemudian melawanmu, lalu kau keluar sebagai pemenang.

 

Ketika sedang dibombardir dengan segala macam tuduhan dan kritik, semangat kita memang bisa melemah. Tetapi jangan sekali-kali membiarkan mereka mematahkan semangat kita. Jadilah motivator bagi diri sendiri. Sesungguhnya kita tidak membutuhkan motivator di luar diri.

Bila kita percaya pada motivator di luar diri, mau tak mau kita pun akan memercayaai para provokator di luar diri. Motivator dan provokator adalah insan sejenis. Dua-duanya ingin menguasai diri kita. Untuk itu, terlebih dahulu mereka mesti melemahkan diri kita, karena hanya diri yang lemah yang dapat dikuasai.

Dunia ini ibarat medan perang Kurusetra. Di medan ini kita akan menemukan Kurawa yang berpihak pada adharma, dan pandawa yang berpihak pada dharma. Di medan ini pula kita dapat berharap bertatap muka dengan sang Sais Agung, Sri Krishna. Bila ragu, bila bimbang, tanyalah kepada Krishna yang bersemayam dalam diri. Dialah Sang Mahaguru Sejati.

Hidup adalah sebuah perjuangan. Berjuanglah terus-menerus demi penegakan dharma, demi hancurnya adharma.

Kita tidak di sini untuk saling jarah-menjarah, atau saling rampas-merampas. Kita tidak mewarisi budaya kekerasan dan barbar seperti itu.

Jangan berjuang untuk tujuan-tujuan kecil yang tidak berguna. Jangan berjuang untuk memperoleh kursi yang dalam beberapa tahun saja menjadi kadaluarsa. Jangan berjuang untuk memperoleh suara yang tidak cerdas.

Berjuanglah untuk tujuan besar untuk sesuatu yang mulia. Berjuanglah untuk memperoleh tempat di hati manusia, ya manusia, bukan di hati raksasa. Berjuanglah untuk mencerdaskan sesama anak manusia, supaya mereka memahami arti suara mereka, supaya mereka dapat menggunakan hak suara mereka sesuai dengan tuntutan dharma. Perjuangan kita adalah perjuangan sepanjang hidup. Perjuangan kita adalah perjuangan abadi untuk melayani m,anusia, bumi ini dengan seluruh isinya, bahkan alam semesta. Janganlah mengharapkan pujian dari siapa pun jua. Janganlah menjadikan pujian sebagai pemicu untuk berkarya lebih lanjut. Berkaryalah terus menerus walau dicaci, dimaki, ditolak…….. Berkaryalah karena keyakinan pada apa yang mesti kita kerjakan.

 

Butir # 8 See the Good in People and Help Them

I look only the good qualities of men. Not being faultless myself, I won’t presume to probe into the faults of others.

Aku hanya melihat sifat baik di dalam diri sesama manusia. Karena aku sendiri tidak sepenuhnya bebas dari keburukan, aku tidak membedah orang lain untuk mencari keburukan mereka.

Man becomes great exactly in the degree in which he works for the welfare of his fellow- men.

Manusia menjadi besar selaras dengan kebaikan yang dilakukannya bagi kesejahteraan sesama manusia.

I suppose leadership at one time meant muscles, but today it means getting with people.

Barangkali otot menjadi tolok ukur bagi kepemimpinan pada masa lalu, Sekarang tolok ukuranya adalah hubungan dengan sesama manusia.

 

Bila memang demikian, kenapa kau ingin mengusir Inggris dari India? Kenapa kita tidak bisa hidup berdampingan dengan mereka?

Karena negeri ini adalah negeri kita, dan sudah sepatutnya kita sendiri yang mengurusinya. Mereka tidak perlu mengurusi kita.

Kaum penjajah tidak puas dengan hidup berdampingan. Mereka ingin berkuasa. Selalu demikian. Di India demikian; di Indonesia pun sama. Dan, hal itu melanggar dharma. Membiarkan diri kita dijajah, bukanlah dharma. Karena itu, kita mesti melawan.

Memang kita tidak perlu mencari keburukan manusia, tetapi bila seseorang melakukan kejahatan, jelas kita harus melawan. Hanya saja perlawanan yang kita berikan tidak menggunakan kekerasan. Kita melawan tanpa senjata, tetapi dengan kekuatan logika, rasio, dan di atas segalanya cinta-kasih dan pemaafan.

Ahimsa juga menuntut agar mereka yang dapat membedakan kebatilan dari kebaikan, kejahatan dari kebajikan – tidak membiarkan kejahatan dan kebatilan merajalela. Ketika adharma merajalela, hadapilah adharma itu dengan segala daya dan kekuatan diri.

Fanatisme, radikalisme, terorisme adalah adharma.embunuh orang dengan dalih pembelaan agama pun adalah adharma. Menjatuhkan hukuman mati adalah urusan pengadilan; dan yang melakukan eksekusi adalah negara. Bukan rakyat jelata.

 

Butir # 9 Be Congruent, Be Authentic, Be Your True Self

Happiness is when what you think, what you say, and what you do are in harmony.

Keselarasan antara apa yang kaupikirkan, apa yang kau ucapkan dan apa yang kaulakukan itulah kebahagiaan.

Always aim at complete harmony of thought and word and deed. Always aim at purifying your thoughts and everything will be well.

Jadikan keselarasan antara pikiran, ucapan dan tindakan sebagai tujuanmu. Jadikanlah pemurnian pikiran sebagai tujuanmu, maka semuanya akan beres.

 

Keselarasan adalah Rumus Utama untuk meraih Kebahagiaan dalam hidup ini. Para teroris boleh bersenang-senang, bahkan menikah dalam penjara untuk memastikan bahwa di surga dirinya tidak kesepian… tetapi, apakah mereka bahagia? Dan, bila mereka tidak bahagia di sini, di sana pun tak ada kebahagiaan bagi mereka.

Pernah saya baca dalam salah satu kitab suci: Mereka yang di sini buta, di sana pun sama. Mereka yang buta terhadap kesengsaraan sesama manusia berarti jiwamereka memang telah buta. Mereka tidak lagi mempunyai batin. Nurani mereka sudah mati. Jangankan selaras dengan hukum alam, terhadap nilai-nilai luhur kemanusiaan saja mereka sudah tidak selaras. Para teroris yang melakukan aksi pemboman, atau komando laskar-laskar perusak yang menggunakan atribut-atribut keagamaan itu selaras dengan siapa?

Diri seperti itu bukanlah diri manusia. Manusia dilahirkan dengan keunikan yang sungguh luar biasa. Luar biasa karena seunik apa pun juga, diri kita semua tetap selaras dengan alam, dengan semesta. Kita sedang bergetar bersama alam semesta.

Pikiran kita yang sempit telah merusak keselarasan itu. Sekarang hidup kita terombang ambing dan kita bingung. Kita mencari solusi di luar sana, padahal solusinya ada di dalam sini. Solusinya keselarasan diri. Mulailah dengan menyelaraskan pikiran, ucapan dan tindakan. Saya menambah satu lagi, yaitu perasaan, karena terbentuknya watak manusia sangat tergantung pada apa yang dirasakannya.

 

Butir # 10 Continue to Grow and Evolve

Constant development is the law of life, and a man who always tries to maintain his dogmas in order to appear consistent drives himself into a false position.

Perkembangan terus-menerus itulah hukum alam. Orang yang ingin bertahan dengan dogma-dogma (lama) untuk menunjukkan konsistensi diri, sesungguhnya berada pada posisi yang salah.

 

Kenapa orang yang seperti itu berada pada posisi yang salah? Karena, perubahan adalah hukum alam. Sementara mereka yang fanatik terhadap dogma-dogma, dan tidak memahami nilai-nilai luhur di baliknya, terperangkap oleh ego mereka sendiri. Ego yang ingin membuktikan dirinya konsisten.

Konsistensi dianggap nilai-nilai luhur, padahal tidak demikian. Apa yang konsisten di dalam dunia ini? Apa yang konsisten dalam diri kita? Setiap beberapa tahun, bahkan seluruh sel di dalam tubuh kita berubah total.

Dari zaman ke zaman, ajaran-ajaran luhur pun perlu dimaknai kembali, dikonstektualkan. Kebiasaan-kebiasaan lama mesti diuji terus apakah masih relevan, masih sesuai dengan perkembangan zaman.

Ah, tapi kita malas. Kita tidak mau berijtihad, tak mau berupaya, lalu menerima saja apa yang disuapkan kepada kita. Padahal kitab-kitab suci pun melarang kita mengikuti seseorang secara membabibuta, walaupun orang itu rahib atau mengaku sebagai agamawan atau rohaniwan.

 

Jalan Bersama Sang Mahatma

 

Idealisme Gandhi inilah yang mesti dicontohi. Jadilah seorang aktifis spiritual, bukan aktifis agamawi, karena akidah, dogma dan doktrinagama membutuhkan interpretasi dari para ahli. Celakanya, di antara para ahli pun jarang sekali ada kesepakatan.

Jadilah aktifis spiritual karena spirit, jiwa, semangat adalah milik kita sendiri. Anda tahu persis apa yang anda miliki.tidak perlu seorang ahli untuk mengetahuinya. Untuk menjadi seorang aktifis spiritual kita tidak perlu bergantung pada teks dan interpretasi. Untuk menjadi aktifis spiritual, kita perlu bergantung pada kemampuan diri – titik, itu saja.

 

Triwidodo

Juli 2008.

Mutiara Quotation ISHQ IBADAT

 

Judul : ISHQ IBADAT

Saatnya Bertindak Tanpa Rasa Takut dan Meraih Kejayaan

Pengarang : Anand Krishna

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama

Cetakan : 200

Tebal : halaman

 

Mutiara Quotation ISHQ IBADAT

 

Catatan:

Legenda adalah wahana yang luar biasa untuk memasuki wilayah rohani. Dan kali ini disajikan bagi Anda, Suni Mehar, sebuah petualangan cinta yang berasal dari lembah sekitar sungai Sindhu; tepatnya sekitar wilayah Punjab yang sekarang terbagi menjadi dua, sebagian di Pakistan, sebagian di India.

Banyak yang sudah muak dengan praktik agama yang justru memecah belah manusia dengan semangat saling benci. Dalam kisah ini digambarkan cinta yang berubah menjadi pengabdian, sebagai suatu cerminan cinta kepada Allah yang adalah sesuai ibadah.

Salah satu versi dari kisah ini diulas kembali oleh Anand Krishna untuk Anda. Buku ini adalah bagian dari trilogi:

  • Ishq Allah

  • Ishq Ibaadat

  • Ishq Mohabat

 

Ishq Allah

Ada yang mengaitkan cinta dengan nafsu birahi. Ada yang menerimanya sebagai berkah ilahi. Bagi para sufi, “berjalan” itulah tujuan, dan tujuan adalah Allah – The Path, That is That!

Mereka “memisahkan” Allah dari cinta, dan karena “cinta itu urusan manusia”, manusia pun ikut “terpisahkan” dari Allah.

Sesungguhnya manusia tak dapat dipisahkan dari Allah… seperti sinar matahari tak terpisahkan dari matahari, keindahan tak terpisahkan dari bunga-bunga di taman, dan tarian tak terpisahkan dari seorang penari. Perpisahan hanya terjadi di dalam benak kita, dalam pikiran.

Karena pikiran memisahkan Allah dari manusia, manusia menjadi gelisah. Gelisah karena ulahnya sendiri. Kemudian, ia pun mulai mencari sebab kegelisahannya. Ia mencarinya di barat dan di timur, di utara dan di selatan, di langait atas dan di bumi bawah, tapi sia-sia saja; manusia tetap gelisah. Oh, andai saja ia mencari sebab kegelisahannya di dalam diri, seandainya….!

bila ia mencari di luar diri, dan belum siap meniti ke dalam diri, kadang ia menyalahkan keadaan, kadang orang lain yang disalahkannya. Ia menciptakan sekian banyak sebab yang dianggapnya membuat gelisah. Dalam kegelisahannya itu, ia pun rajin berdoa, rajin sembahyang. Ia tetap menjalani agama sebagaimana ia mengartikannya, namun kegelisahannya tetap tak terobati.

Ada yang membisikinya: “Hatimu tertutup, bukalah hatimu, biarlah angain segar memasuki ruang hatimu… biarlah hatimu berlembab..”

Mereka yang tidak memahami maksud bisikan dan tidak membuka diri, menjadi semakin gelisah. Bagi mereka doa pun menghasilkan kegelisahan, dan kegelisahan melemahkan jiwa mereka. Mereka menjadi penakut.

Selanjutnya, rasa takut membuat mereka semakin alot, keras dan kasar. Mereka pun mulai mencari “rasa aman” di luar diri. Karena itulah, tangan-tangan yang mengangkat senjata dan melakukan aksi teror amat mungkin adalah milik mereka yang takut, sangat takut.

Benih doa yang kau taburkan harus jatuh di atas lahan yang berlembab. Bila lahan jiwamu tidak cukup berlembab, benih doa pun tak akan tumbuh.

Pernahkah kau melihat lahan yang berlembab tanpa tanaman? Di lahan basah, bahkan lahan yang seperti kebanjiran pun, bisa kau temukan tumbuhan. Ada tanaman-tanaman khas air yang tumbuh sendiri tanpa campur tangan manusia.

Ibadah berarti pengabdian. Dapatkah kita mengabdi tanpa cinta? Kita dapat bekerja tanpa cinta, bahkan dapat melayani tanpa kasih. Seorang pekerja, seorang pelayan memperoleh imbalan atas apa yang dilakukannya. Itu belum pengabdian. Cinta, ketika berbuah, menghasilkan pengabdian. Kasih, ketika bertumbuh, menjadi ibadah.

 

Suni Mehar

Bagi Tula, beragama Islam tidak berarti meremehkan tradisi dan budaya asalnya. Baginya beragama Islam tidak serta merta menerima budaya Arab, atau budaya asing lainnya, dan meninggalkan budaya leluhur.

Izzat berarti “kehormatan”, “harga diri”, sedangkan Tula berarti “yang terkecil”, unit terkecil untuk menimbang emas dan perak. Untuk bertemu dengan Dia, dengan Si Jelita Suhni, terlebih dahulu “harga diri” harus dinafikan. Apa arti “harga diri”, apa yang hendak kita pertahankan? Korbankan segalanya bagi Sang Jelita. Berkorbanlah demi Cinta, demi Kasih.

Kita harus “menjadi satu”, menjadi “utuh”, dualitas harus terlampaui. Itulah yang terjadi dalam kisah ini. Izzat Beg mendatangi Tula. Sesaat lagi “diri” pun akan hanyut dalam Lautan Kasih.

 

Bila kita tidak siap diasingkan, janganlah sekali-kali mengundang Kasih ke dalam hidup kita. Cukuplah kita berkenalan dan bercengkerama dengan nafsu. Hawa nafsu menjadikan diri kita penduduk dunia yang baik. Hawa nafsu menjadikan diri kita seorang Hamba Tuhan yang sukses, sering muncul di televisi dan memiliki banyak penggemar. Hawa nafsu menjadikan diri kita seorang pemuka sekaligus pengusaha sukses. Hawa nafsu menjadikan kita pengejar surga, ahli surga, atau apa saja sebutannya. Hawa nafsu tak akan menjadikan kita seorang kekasih, karena para kekasih tidak mengejar surga; mereka tidak senang keluar masuk istana. Mereka tidak berurusan dengan keberhasilan duniawi.

Dunia dengan seluruh isinya menciptakan keterikatan. Saat dunia terlepaskan, keterikatan pun sirna, dan seorang Kekasih menemukan dirinya di tengah alam bebas, dalam Alam Kebebasan.

Kebebasan adalah sebutan bagi Kasih. Kasih itu bebas dan membebaskan. Benci mengikat; dan keterikatan menciptakan kebencian. Keterikatan menciptakan dualitas cinta dan benci. Kasih melampaui cinta dan benci. Kasih di atas dualitas cinta dan benci.

 

Kita dapat mencapai-Nya dengan dua cara, lewat dua jalan: Pertama, seperti yang pertama ditempuh Izzat Beg, yaitu dengan berusaha, berupaya, berijtihad, berjihad dalam arti sesungguhnya, yaitu “berkarya dengan kesungguhan”….. beramal saleh, berdana punia, bertakwa, berdoa, dan sebaginya, dan seterusnya. Kendati demikian, semua itu pun sesungguhnya tidak menjaminbahwa kita dapat mendekati-Nya, karena apa pun yang kita lakukan akan berbuah… yaitu pahala atau ganjaran bagi setiap perbuatan baik, dan apa yang biasa disebut siksaan atau hukuman bagi setiap perbuatan yang tidak baik.sesungguhnya, apa yang kita peroleh sepenuhnya disebabkan oleh hukum aksi reaksi, hukum sebab akibat yang menjadi dasar bagi segala sesuatu dalam dunia.

Belum tentu kita mencapai-Nya dengan cara ini. Paling banter kita mencapai Istana-Nya. Paling-paling kita memperoleh segala kenikmatan surgawi – itu saja.

Kedua, seperti yang akhirnya ditempuh oleh Izzat Beg, yaitu dengan melepaskan segala usaha, dan bersandar pada-Nya, sepenuhna. Declare yaour bankruptcy, aku sudah bangkrut nih…. sekarang, kita sendiri yang menentukan apa yang harus kita buat. Serahkan saja urusan kita kepada Dia.

Banyak orang yang mencari apa yang mereka sebut “keseimbangan” di antara kedua cara tersebut. Mereka mencari Jalan Tengah. Pengalaman saya mengatakan bahwa tidak ada jalan tengah. Bahkan, dari pintu gerbang Istana-Nya sudah tidak ada jalan-jalan lagi. Yang ada hanya satu jalan masuk… Satu, tunggal. Jalan menuju-Nya hanya satu, yaitu Penyerahan Diri.

 

Kadang “aku” sudah berhadapan dengan-Nya, namun “aku” masih “ingin menikmati”. “Keinginan” untuk menikamti atau untuk apa saja memang dapat membuat kita kebablasan. “Keinginan” untuk menikmati pertemuan justru mengakhiri pertemuan.bila sudah bertemu, jangan lagi mempertahankan ke”aku”an kita. Biarlah diri kita larut, hanyut di dlam-Nya, dan kita akan menyatu dengan-Nya, untuk selamanya.

Mehar memenuhi panggilan sang Yogi, karena ia menyadari kesalahannya. Ia masih memiliki “keinginan untuk menikmati”. Ia harus belajar untuk melampaui “keinginan” itu. Dia harus belajar dari seorang Yogi, seseorang yang telah mencapai yoga – mencapai kesempurnaan dalam yoga, mencapai “kesatuan”, sudah “menyatu”.

Kita sering bicara tentang tauhid, tentang kesatuan, dan kita anggap bicara tentang tauhid sudah cukup; menerima tauhid sebagai konsep sudah cukup. Penerimaan kita terhadap tauhid sebatas “penerimaan intelektual” saja. Alhasil penerimaan seperti itu justru membuat kita arogan. Melihat Mehar bertekuk lutut di hadapan Mahi, kita menuduhnya musyrik: “Kau telah menduakan Allah, yang patut kau sujudi hanyalah Allah!”

kita masih belum dapat memahami sisi lain dari Kebenaran Yang satu dan sama ada-Nya, yaitu: Ke mana pun kau menoleh, Wajah allah saja yang terlihat.

Karena masih belum bisa melihat wajah-Nya di mana-mana, kita membutuhkan kibalat. And it is okay, boleh-boleh saja bila kita memiliki kiblat sesuai dengan kepercayaan kita masing-masing. Kiblatmu bagimu, kiblatku bagiku… sampai pada suatu ketika, kita menemukan bahwa sesungguhnya Kiblat kita pun sama.

Tauhid merupakan proses.

Kiblat adalah sarana.

Allah adalah tujuan.

 

Pemahaman kita saat ini tentang tauhid barangkali berbeda. Pemahaman saya besok barangkali sama dengan pemahaman Anda hari ini. Atau sebaliknya, pemahaman Anda besok barangkali mendekati pemahaman saya hari ini.

Seperti Mehar, kita harus menjalani “proses” tauhid. Kita harus memenuhi panggilan Sang Yogi. Terserah mau memilih istilah tauhid atau yoga, kita tak perlu bertengkar soal istilah. Lakoni saja salah satu, dan kita pun akan sampai, akan tiba di tujuan.

 

Maafkan aku, Guru, tapi aku telah menerimamu sebagai Guru.” penerimaan telah mengangkat seseorang sebagi murid. Itulah pelajaran pertama dalam yoga – penerimaan, menerima tanpa memikirkan kita diterima atau tidak… menerima pasang surut kehidupan.. Mehar telah lulus dalam pelajaran pertama. Ia telah berhasil melangkah masuk ke dalam yoga.

Dengan cara itulah sang Yogi menginisiasi siswanya. Mehar diterima karena ia menerima. Sesungguhnya, ia menerima dulu, baru diterima. Mehar merenung lama. “seandainya aku belajar menerima dari dulu…..”

Sang Yogi menegurnya: “Pelajaran kedua, janganlah sekali-kali menyesali masa lalumu. Masa lalu itu yang telah membuka wawasanmu, sehingga kau dapat menerima, sehingga kau menjadi seorang penerima. Belajarlah dari masa lau tanpa menyesalinya.

Mehar, sekarang yang ketiga, dan terakhir: lakoni apa yang telah kau peroleh, apa yang selama ini kau pelajari”.

Sebelum berpisah, Sang Guru berpesan: “Jangan lupa. Pertama, bukalah dirimu terhadap alam, terhadap lingkungan, terhadap apa saja, karena segala sesuatu yang bkau jumpai dalam hidupmu sedang berbicara denganmu. Dengarkan semua itu.”

Kedua: Janganlah membuang waktu dan tenaga untuk mengenang dan menyesali masa lalu. Belajar dari masa lalu tanpa menyesalinya. Jangan pula mengkhawatirkan masa depan. Sadari masa depan tanpa rasa khawatir. Hidup kekinian dengan penuh semangat.”

Ketiga: Janganlah membebani otakmu dengan segala macam pengetahuan belaka. Terjemahkan apa yang telah kau peroleh dalam keseharianmu.”

 

Tanpa membuka diri, kita tidak dapat belajar. Mau kita tampung di mana pelajaran yang kita peroleh? Membuka diri tidak berarti membuka otak. Tanpa dibuka pun sesungguhnya otak kita sudah terbuka. Keterbukaan otak terhadap apa saja tidak menjamin penerimaan. Otak bisa terbuka, dan bisa tidak menerima. Kemudian, ia pun dapat membenarkan tindakannya sebagai hasil ketajaman atau kecerdasannya yang membuat dia makin kritis.

Karena menganggap kurang logis dan tidak masuk akal, otak kita bisa menolak apa saja, termasuk apa yang sesungguhnya amat sangat penting bagi “diri” kita, bagi perkembangan jiwa kita, bagi evolusi batin kita.

 

Membuka diri berarti membuka jiwa. Bila jiwa terbuka, otak hati, semuanya serentak ikut terbuka. Tidak perlu membuka satu per satu.

Kita bisa membuka jiwa cukup dengan niat: Aku membuka diri terhadap segala sesuatu yang dapat mengembangkan jiwaku, meningkatkan kesadaranku. Ketika berhadapan dengan sesuatu yang baru, ulangi niat itu dalam hati: Aku membuka diri terhadap segala sesuatu yang mengembangkan jiwaku, meningkatkan kesadaranku…. dan lihat hasilnya.

Saat melihat, atau menemukan sesuatu yang baru ulangi niat itu. Dengan hanya berniat untuk mengulangi niat saja, sesungguhnya kita sudah melangkah ke dalam keterbukaan diri… cobalah.

 

Setiap kali melihat sesuatu yang baru, jangan cepat-cepat mengambil keputusan. Bukalah dirimu, jiwamu, batinmu, ucapkan niatmu… maka jiwamu akan terbuka semakin lebar, dan…. sebagaimana dari seorang mehar, seorang gembala, Izzat Beg menjadi seorang Yogi, kita pun akan menemukan makna tauhid sesungguhnya….

Langkah berikutnya:

Melakoni.

 

Menerima memang menerima, tetapi siapa yang menerima? Bila hanya otak yang menerima, sesungguhnya kita belum menerima. Otak hanyalah bagian kecil dari kepribadian kita, walau otak merupakan segala-galanya bagi kesadaran fisik, mental dan emosional kita. Bila kita percaya bahwa diri ini sekadar badan, pikiran dan perasaan, otak memang segala-galanya. Tetapi, bila kita menerima badan, pikiran dan perasaan hanya sebagai lapisan kesadaran yang membentuk diri kita, otak hanyalah bagian dari salah satu lapisan kesadaran, yakni kesadaran jasmani kita. Barangkali dapat mempengaruhi dapat menentukan cara berpikir kita, dan dapat mempengaruhi perasan kita, tetapi kita bukanlah pikiran kita. Kita bukanlah perasan kita. Kita lain…. lebih dari sekadar itu.

Apa saja, termasuk hidup kita, bila dikendalikan oleh otak, akan mengalami pasang-surut. Suka dan duka, penyakit dan kesehatan, kenyamanan dan ketaknyamanan, ketenangan dan kegelisahan, rasa damai dan sebaliknya – apa saja yang berasal dari otak atau dirasakan lewat otak selalu mengalami pasang surut.

 

Bila kita bahagia karena otak, percayalah sebentar lagi kita akan berduka karena otak pula. Bila kita mencintai karena alasan-alasan yang “masuk akal” atau berasal dari otak, sesaat lagi kita akan membenci. Sebaliknya, bila kita membenci karena otak, kebencian pun tak akan bertahan lama. Sebentar lagi benci pun dapat berubah menjadi cinta.

Bila kita beragama karena agama kita logis, rasional, masuk akal, ilmiah, untuk mempertahankannya kita harus selalu meyakin-yakinkan diri. Karena itu diciptakan dogma, doktrin, kredo, dan segala peraturan, lengkap dengan intimidasi api neraka dan iming-iming kenikmatan surga. Tanpa semua itu, kita sulit mempertahankan keagamaan kita, karena sesuatu yang indah telah hilang., yaitu Misteri Yang Tak Terungkapkan, ketahuilah bahwa Misteri itulah Tuhan.

 

Upaya untuk mengilmiahkan agama sama dengan upaya untuk memisahkan Tuhan dari agama. Segala yang terungkap merupakan permainan otak, produknya. Segala yang tak terungkap berasal dari sesuatu di luar otak, dan itulah Kebenaran Hakiki. Tidak berarti bahwa otak tidak benar. Otak pun benar. Dia adalah bayangan dari Yang Hakiki itu. Karena itu, persis seperti bayangan, segala yang berasal dari otak dapat berubah-ubah. Kadang membesar, kadang mengecil.

Memang, kita dapat melakoni sesuatu dengan menggunakan otak saja, tanpa melibatkan Yang Maha Misteri, karena sesungguhnya otak pun bagia dari Yang Satu Itu. Tanpa mengenal-Nya, kita dapat berhubungan dengan bayangan-Nya.

Sungguh Menakjubkan Permainan-Nya! Bayangan-Nya saja menciptakan ilusi yang begitu riil, begitu nyata! Maha Benar Allah, Haqq Allah, Haqq Allah, Haqq Allah…

 

Sering kali kita menggunakan dalih peraturan agama demi kepentingan kita sendiri, untuk membenarkan kelemahan diri sendiri. Suhni pun sama. Ia menggunakan dalih agama untuk menutupi kelemahannya. Ia tidak siap meninggalkan Dum dengan segala kemewahan dan rasa aman yang dia peroleh dari Dum.

Suhni pun tidak tegas, karena ia pun lebih banyak menggunakan “otak”. “Hati” sudah diistirahatkan, atau digunakan hanya jika “diperlukan” – saat bercumbuan dengan Mehar saja.

Mehar sedang berusaha untuk meningkatkan Ishq Mijazi, Cinta Berahi, menjadi Ishq Hakiki. Cinta Sejati, sehingga pada waktunya nanti ia dapat menggapai Ishq Illahi, Cinta Ilahi. Suhni menariknya dari Ishq Hakiki kembali ke Ishq Mijazi.

 

Apa yang menyebabkan perubahan itu? Pergaulan, lingkungan… Suhni terlalu lama hidup bersama Dum. Walau badannya tidak dijamah, tidak disentuh, jiwanya tetap saja terpengaruh.

Pengaruh terhadap jiwa Suhni terjadi lewat badan pula… badan yang terbiasa hidup dalam kemewahan, badan yang terbiasa hidup terlalu nyaman, badan yang sangat tergantung pada rasa aman. Padahal, rasa aman hanyalah sebuah ilusi. Badan tidak aman. Badan tidak pernah aman. Tanpa kita sadari, badan kita menua setiap detik. Tanpa disadari, sekian banyak perubahan terjadi setiap saat. Badan seolah mempunyai hukum sendiri sesuai dengan kodratnya.

Dalam kesadaran mijazi, dimana emosi masih bergejolak tanpa kendali, sesuatu yang haqq, benar, memang tak terlihat.persis seperti langit yang nampak tertutup oleh awan gelap. Padahal, “ketertutupan” itu semata-mata karena “keterbatasan””penglihatan kita”. Dalam keadaan mijazi kita hanya merasakan luapan emosi dalam cinta. Kita bisa hidup dan mau bersama pasang surutnya gelombang emosi, dan kita menganggapnya cinta – padahal itu belum cinta.

 

Biasanya, beberapa saat sebelum kita mengembuskan napas terakhir, energi kehidupan, prana atau “nyawa”di dalam mtubuh kita sudah mulai meninggalkan bagian bawah tubuh. Saat itu, bila cukup peka, kita memperoleh kesempatan terakhir untuk meninjau ulang hidup kita. Mehar pun memperoleh kesempatan serupa.

 

Sang Jelita, Ia Yang Maha Indah tidak berada di luar diri kita. Di luar diri, kita hanya menemukan bayangan-Nya. Dan, bayangan itu pun terasa begitu indah, sehingga timbul keinginan di dalam diri kita untuk memilikinya. Kemudian kita mengejar bayang-bayang itu. Padahal, tidak perlu ada keinginan untuk memiliki, karena kita telah memilikinya – atau lebih tepat, karena kita adalah milik-nya. Tidak perlu pula kita mengejarnya, karena bayangan yang kita kejar itu pun sesungguhnya bayangan kita.

Selama ini kita mengejar bayangan kita sendiri, dan bayangan itu kita anggap jati diri kita, padahal segala sesuatu yang ada di luar hanyalah penjabaran dari apa yang ada di dalm diri kita. Kita melihat dunia luar sesuai dengan kesadaran diri kita. Kemudian, penglihatan itu kita bakukan. Sesaat kemudian bila kita melihat dunia yang sama dari sisi lain dan apa yang terlihat beda dari apa yang terlihat sebelumnya, kita menjadi gelisah.sebelumnya pertemuan, sekarang perpisahan. Sebelumnya kelahiran. Sekarang kematian. Tadi suka, sekarang duka…..

terbitnya matahari di sini, menandai tenggelamnya matahari di sana. Matahari tidak terbit dan tidak tenggelam. Terbit dan terbenamnya matahari hanya terjadi karena penglihatan kita sendiri, karena keberadaan kita, posisi kita… di belahan du ia mana kita berada.

 

Perpisahan dan pertemuan dengan apa yang kita sebut Tuhan pun terjadi karena posisi “mind” kita, karena “keberadaan” pikiran kita. Pikiran mempertemukan, pikiran memisahkan… Bila pikiran terlampaui, segalanya ikut terlampaui; perpisahan dan pertemuan dua-duanya terlampaui. Kemudian Yang Ada, Yang Tersisa hanyalah Tuhan, Tuhan, Tuhan dan “Hanya” Tuhan.

 

Menghukum seorang manusia bersalh adalah kodrat insani.memaafkan kesalahan dan tidak membuka aib seseorang adalah pertanda Rahmat Ilahi. Bila kita melakukan hal itu, kita menjadi Ayat Allah. Kita menjadi Bukti Nyata akan Kehadiran-Nya.

Para tokoh agama yang ,elakukan pembunuhan atas nama agama tak lebih dari manusia biasa, sedangkan mereka yang mampu memaafkan menjadi Habib Allah, Pecinta Allah, dan dicintai oleh-Nya.

Pilihan sepenuhnya ada di tangan kita. Silakan pilih, mau menjadi bagian kecil dari keramaian dunia, atau ingin mendekatkan diri pada Dia yang menggenggam alam semesta dalam satu Genggaman-nya! Dengan memaafkan Suhni, Dum memilih untuk mendekatkan diri pada Dia. Sungguh luar biasa!

 

Sesungguhnya dunia tidak mengikat. Kita saja yang merasa diikat, terikat… Keraguan kita, kebimbangan kita, ketakpercayaan kita – itulah ikatan-ikatan buatan kita. Dengan itu kita mengikat diri sendiri.

 

Dum juga tidak mengikat Suhni. Bila ia berjujur berkata, barangkali Dum akan langsung menceraikannya dan mengantarnya untuk bertemu dengan Mehar, untuk bersatu dengan ia yang dikasihinya. Barangkali, siapa tahu! Suhni saja yang tidak siap, atau belum siap. Suhni saja yang masih takut, belum mantap.

Bebaskan dirimu dari rasa takut, mantapkan dirimu, dan kamu pasti bertemu dengan-Nya.

 

Triwidodo

Juli 2008.